Suara.com - Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui usulan hak angket yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang pro dan kontra.
Salah satu yang mengkritisi dengan penggunaan usulan hak angket DPR atas KPK adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Melalui cuitannya di Twitter, Sabtu (28/4/2017), Mahfud menuliskan delapan poin pandangannya tentang hak angket tersebut.
Pertama, dia meminta KPK terus melaksanakan tugasnya dalam hal pemberantasan korupsi, tidak perlu menggubris adanya hak angket oleh DPR.
Selain itu, mantan menteri pertahanan di era Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid ini menilai, menurut Undang-undang MD3 hak angket untuk menyelidiki pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah.
"KPK itu bkn Pemerintah dlm arti UUD kita. Pemerintah pny arti luas (mencakup semua lembaga negara) dan arti sempit (hny eksekutif). Dlm UUD kita Pemerintah hny Eksekutif," tweet Mahfud dalam akunnya, @mohmahfudmd.
"Mnrt Pnjlsan Psl 79 ayat (3) MD yg bs diangket oleh DPR adl Pemerintah & lembaga pemerintah nonkementerian. KPK bkn Pemerintah," tegas Mahfud.
Mahfud kembali menegaskan, bahwa KPK harus terus jalan sesuai dengan hak yang dijamin oleh UU untuk tidak membuka hasil penyeledikikan dan proses penyidikan kecuali di pengadilan.
Angket DPR, lanjut Mahfud, dibiarkan saja untuk tetap berjalan, dan KPK pun juga bisa terus berjalan sesuai tugasnya sesuai dengan Undang-undang.
Baca Juga: Perkosa Janda 85 Tahun, Pemuda Ini Dipenjara 100 Tahun
"Angket DPR tak hrs dirisaukan. Itu urusan remeh. Ayo, KPK!" tulis Mahfud.
"Silahkan sj DPR menyelidiki KPK dgn hak angket. Kalau ditanya oleh DPR, KPK blh menjawab apa adanya sesuai dengan jaminan UU," sambungnya.
"Inilah saatnya para komisioner KPK menujukkan, dirinya tdk takut dicopot oleh DPR krn DPR tak bs sembarangan mencopot. Ayo, KPK," tandas Mahfud.
Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III DPR kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) di Pengadilan Tipikor Jakarta, beberapa waktu lalu.
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
Pilihan
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
Terkini
-
Dorong Kedaulatan Digital, Ekosistem Danantara Perkuat Infrastruktur Pembayaran Nasional
-
AJI Gelar Aksi Solidaritas, Desak Pengadilan Tolak Gugatan Mentan Terhadap Tempo
-
Temuan Terbaru: Gotong Royong Lintas Generasi Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
-
PSI Kritik Pemprov DKI Pangkas Subsidi Pangan Rp300 Miliar, Dana Hibah Forkopimda Justru Ditambah
-
Penerima Bansos di Jakarta Kecanduan Judi Online, DPRD Minta Pemprov DKI Lakukan Ini!
-
Pecalang Jakarta: Rano Karno Ingin Wujudkan Keamanan Sosial ala Bali di Ibu Kota
-
5 Fakta OTT KPK Gubernur Riau Abdul Wahid: Barang Bukti Segepok Uang
-
Di Sidang MKD: Ahli Sebut Ucapan Ahmad Sahroni Salah Dipahami Akibat Perang Informasi
-
TKA 2025 Hari Pertama Berjalan Lancar, Sinyal Positif dari Sekolah dan Siswa di Seluruh Indonesia
-
Aktivis Serukan Pimpinan Pusat HKBP Jaga Netralitas dari Kepentingan Politik