Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dan Basaria Panjaitan bersama penyidik KPK menunjukkan barang bukti hasil OTT di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/6). [suara.com/Oke Atmaja]
Komisi Pemberantasan Korupsi belum menerima surat panggilan dari panitia khusus hak angket terhadap KPK. Itu sebabnya, lembaga ini belum bersikap. Tetapi ada kemungkinan pimpinan lembaga antirasuah tak akan memenuhi panggilan.
"Kami belum tentukan sikap kan. Apakah mau pergi atau nggak. Jadi kami belum, sampai kami mendapatkan surat resmi dari DPR," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2017).
Laode mengatakan KPK mendapatkan masukan dari pakar hukum tata negara dan pidana yang akan dijadikan sebagai bagian dari dasar pengambilan sikap.
"Kajian dilimpahkan dari pakar seperti yang kalian dapatkan itu, sudah lengkap, dan KPK setuju dengan kajian itu. Itu sesuai dengan pemikiran kami di KPK," kata Syarif.
Syarif menegaskan pimpinan KPK tidak terbelah dalam menanggapi penggunaan hak angket. Semua pimpinan setuju dengan pendapat ahli yang menilai penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK cacat hukum.
"Ya, kami setuju (suara bulat terkait pendapat para ahli)," katanya.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara Mahfud MD mengatakan pembentukan pansus hak angket KPK di DPR bukan hal yang strategis.
"Di dalam UU itu disebutkan materi hak angket itu menyangkut satu hal penting bukan masalah rutin, kedua hal strategis, dan yang ketiga mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat," kata Mahfud saat konferensi pers di gedung KPK, kemarin.
Menurut Mahfud kesaksian mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis (23/3/2017) yang mengaku ditekan penyidik adalah hal biasa.
"Itu kan hal biasa tidak ada hal yang gawat di situ dan itu kan juga sudah dibuktikan dalam sidang praperadilan sudah benar, ini kan tidak ada strategisnya juga dan tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat. Ini masalah biasa saja masyarakat menganggap pemeriksaan Miryam itu biasa," tuturnya.
Mahfud juga menyatakan jika DPR berpikir pembentukan Pansus Hak Angket itu bukan hanya soal Miryam S. Haryani tetapi ada soal lain itu, maka itu tidak diperbolehkan,
"Hak angket itu harus fokus apa yang mau diangket kalau nanti masalahnya mau dicari oleh pansus itu tidak boleh, tidak fair secara hukum," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dalam konferensi pers juga dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, juru bicara KPK Febri Diansyah, dan pakar hukum Universitas Andalas Padang Yuliandri.
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III pada Rabu (19/4/2017) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP elektronik.
Pada sidang dugaan korupsi e-KTP pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran e-KTP.
Nama-nama anggota Komisi III itu, menurut Novel, adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa.
"Kami belum tentukan sikap kan. Apakah mau pergi atau nggak. Jadi kami belum, sampai kami mendapatkan surat resmi dari DPR," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2017).
Laode mengatakan KPK mendapatkan masukan dari pakar hukum tata negara dan pidana yang akan dijadikan sebagai bagian dari dasar pengambilan sikap.
"Kajian dilimpahkan dari pakar seperti yang kalian dapatkan itu, sudah lengkap, dan KPK setuju dengan kajian itu. Itu sesuai dengan pemikiran kami di KPK," kata Syarif.
Syarif menegaskan pimpinan KPK tidak terbelah dalam menanggapi penggunaan hak angket. Semua pimpinan setuju dengan pendapat ahli yang menilai penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK cacat hukum.
"Ya, kami setuju (suara bulat terkait pendapat para ahli)," katanya.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara Mahfud MD mengatakan pembentukan pansus hak angket KPK di DPR bukan hal yang strategis.
"Di dalam UU itu disebutkan materi hak angket itu menyangkut satu hal penting bukan masalah rutin, kedua hal strategis, dan yang ketiga mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat," kata Mahfud saat konferensi pers di gedung KPK, kemarin.
Menurut Mahfud kesaksian mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis (23/3/2017) yang mengaku ditekan penyidik adalah hal biasa.
"Itu kan hal biasa tidak ada hal yang gawat di situ dan itu kan juga sudah dibuktikan dalam sidang praperadilan sudah benar, ini kan tidak ada strategisnya juga dan tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat. Ini masalah biasa saja masyarakat menganggap pemeriksaan Miryam itu biasa," tuturnya.
Mahfud juga menyatakan jika DPR berpikir pembentukan Pansus Hak Angket itu bukan hanya soal Miryam S. Haryani tetapi ada soal lain itu, maka itu tidak diperbolehkan,
"Hak angket itu harus fokus apa yang mau diangket kalau nanti masalahnya mau dicari oleh pansus itu tidak boleh, tidak fair secara hukum," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dalam konferensi pers juga dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, juru bicara KPK Febri Diansyah, dan pakar hukum Universitas Andalas Padang Yuliandri.
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III pada Rabu (19/4/2017) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP elektronik.
Pada sidang dugaan korupsi e-KTP pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran e-KTP.
Nama-nama anggota Komisi III itu, menurut Novel, adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa.
Komentar
Berita Terkait
-
Tetap Berstatus Kader, Golkar Senang Setnov Bebas: Secara Prosedur Semuanya Memenuhi Syarat
-
Blak-blakan! Ketua KPK Sebut Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Kurang Adil, Kenapa?
-
Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
-
Setya Novanto Bebas Bersyarat, KPK Ingatkan Dosa Korupsi E-KTP: Itu Kejahatan Serius!
-
KPK Tegaskan Penangguhan Penahanan Paulus Tannos Belum Dikabulkan Pengadilan Singapura
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Dirut BPR Jepara Artha Dkk Dapat Duit hingga Biaya Umrah dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Muncul ke Publik Usai Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Eko Purnomo: Maaf Bikin Khawatir
-
KPK Wanti-wanti Kemenkeu soal Potensi Korupsi dalam Pencairan Rp 200 Triliun ke 5 Bank
-
Mendagri Jelaskan Pentingnya Keseimbangan APBD dan Peran Swasta Dalam Pembangunan Daerah
-
Dukungan Mengalir Maju Calon Ketum PPP, Mardiono: Saya Siap Berjuang Lagi! Kembali PPP ke Parlemen!
-
KPK Beberkan Konstruksi Perkara Kredit Fiktif yang Seret Dirut BPR Jepara Artha
-
Peran Satpol PP dan Satlinmas Dukung Ketertiban Umum dan Kebersihan Lingkungan Diharapkan Mendagri
-
Jadilah Satpol PP yang Humanis, Mendagri Ingatkan Pentingnya Membangun Kepercayaan Publik
-
Sempat Copot Kepsek SMPN 1, Wali Kota Prabumulih Akui Tak Bisa Kontrol Diri
-
Mendagri Dukung Penuh Percepatan Program MBG, Teken Keputusan Bersama Terkait Lokasi SPPG di Daerah