Suara.com - Menarik nafas panjang sembari sesekali memegang bagian ulu hati dada bawah, nada bicara terbata, Mardiah membuka beberapa lembar kertas kecoklatan yang bertuliskan huruf sambung hitam. Tangan kirinya memegang foto seorang lelaki berbadan kurus dan berambut pendek.
Lelaki itu adalah Muhammad Yamin, anak keduanya yang meninggal di usia 25 tahun di tahun 2001 karena kanker paru-paru dan penyakit komplikasi. Saat dirongen, paru-paru Yamin berwarna hitam dan terdapat flek.
“Kata dokter, ini karena rokok. Paru-parunya saya lihat sendiri, bolong, hitam dan ada flek. Sayang, hasil rongennya hilang,” kata Mardiah dengan mata berkaca.
Yamin sudah menjadi perokok pasif sejak usia 2 tahun. Kemudian, saat duduk di bangku SMP menjadi perokok aktif, sampai meninggal di usia 25 tahun. Suami Mardiah, Sugimin Tardi adalah perokok berat.
Dari tahun 1970-an, Mardiah hidup dengan Sugimin. Dalam sehari rata-rata Sugimin menghabisi 5 bungkus rokok. Harga rokok di tahun 1980-an sekitar Rp750 perbungkus. Saat itu Sugimin bekerja di sebuah perusahaan otomotif bergaji Rp250 ribu perbulan. Sugimin sudah meninggal 10 tahun lalu karena kanker paru-paru dan jantung.
“Waktu itu sehari rokok Minak Djinggo, bisa habis 5 bungkus lebih. Satunya harganya sebungkus saya lupa. Tapi tahun 1990, saya ingat Rp1.500 perbungkus. Rokoknya campur-campur, kadang Sam Soe (Dji Sam Soe) dan Gudang Garam,” kenang nenek 16 cucu itu.
“Kalau sudah di rumah dan ada anak-anak, ruangan ngebul seperti obat nyamuk,”lanjut anggota Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI) itu.
Nenek kelahiran 12 November 1955 itu mempunyai 5 anak; Surhayati Nur Hamidah, Muhammad Yamin, Tridian Alamanda, Purwaningsih, dan Peprizal. Ada 3 anaknya yang masih hidup, 2 perempuan dan seorang lelaki. Anak bontotnya,Peprizal juga perokok aktif berat dan masih hidup. Anak perempuannya perokok pasif.
Baca Juga: Berhenti Merokok, Lelaki Ini Mampu Beli Motor Baru untuk Mudik
Peprizal kini tinggal di Cirebon dan mempunyai masalah kesehatan di paru-paru.
“Badannya habis, giginya habis, dan jarang makan nasi. Rokok saja kalau lapar.”
“Kalau dia ke rumah dan merokok, langsung saya usir.”
Kini Mardiah tinggal sebuah rumah kontrakan berukuran kurang lebih 5x5 meter persegi di kawasan Parung, Kabupaten Bogor bersama lelaki tua yang menikahinya 5 tahun lalu. Kontrakannya di gang sempit berjarak 200 meter dari Pasar Parung. Hanya ada radio manual bersuara putus-putus yang menemaninya saban hari.
Mardiah tidak bisa banyak berjalan dia mengidap gangguan pernapasan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
Terkini
-
Jalankan Instruksi Prabowo, Mendagri Tito Mulai Bangun Huntap Korban Bencana Sumatra
-
Mahfud MD Bongkar Borok Polri: Masuk Akpol Pakai Jatah, Mau Jadi Brigjen Mesti Bayar?
-
Jakarta 'Puasa' Kembang Api Tahun Baru 2026, Solidaritas Bencana Sumatra Jadi Alasan Utama
-
Polda Metro Gulung Jaringan Narkoba Jelang Tutup Tahun: 2054 Tersangka Diciduk, 387 Kg Barbuk Disita
-
Tanpa Kembang Api, Perayaan Tahun Baru 2026 di Jakarta Jadi Malam Galang Dana Bencana Sumatra
-
Bukan Lewat DPRD, Ini Resep Said Abdullah PDIP Agar Biaya Pilkada Langsung Jadi Murah
-
Hari Ibu 2025, Menteri PPPA Serukan Nol Toleransi Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan
-
Tuntaskan 73 Perkara, KPK Ungkit Amnesti Hasto Kristiyanto dan Rehabilitasi Ira Puspadewi
-
Diburu KPK, Kasi Datun Kejari HSU Akhirnya Menyerahkan Diri ke Kejati Kalsel
-
Catatan KPK 2025: 439 Perkara, 69 Masih Penyelidikan