Miryam S Haryani menjalani pemeriksaan perdana di KPK, Jakarta, Jumat (12/5).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan anggota DPR terkait penolakan KPK untuk menghadirkan tersangka Miryam S Haryani di hadapan Panitia Angket KPK.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, KPK melakukan hal tersebut berdasarkan aturan dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dan juga Undang-undang KPK.
"KPK tidak pernah bermaksud untuk melecehkan lembaga DPR yang terhormat. KPK hanya mengutip beberapa pasal UU MD3 dan UU KPK," kata Syarif saat dikonfirmasi, Selasa (20/6/2017).
Mantan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, tersebut juga mengingatkan DPR agar menaati aturan yang ada.
"KPK tidak pernah bermaksud untuk melecehkan lembaga DPR yang terhormat. KPK hanya mengutip beberapa pasal UU MD3 dan UU KPK," kata Syarif saat dikonfirmasi, Selasa (20/6/2017).
Mantan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, tersebut juga mengingatkan DPR agar menaati aturan yang ada.
Sebab, memanggil tersangka atau tahanan yang sedang menjalani proses pemeriksaan oleh KPK dianggap menghambat proses penyidikan.
"KPK mengingatkan bahwa tindakan memanggil tersangka atau tahanan KPK yang sedang diperiksa di KPK dapat diartikan sebagai obstruction of justice," kata Syarif.
Lebih lanjut dia menilai Panitia angket KPK tersebut cacat hukum. Hal tersebut berdasarkan penilaian para pakar hukum Tata Negara dan pakar hukum pidana.
"Proses hukum tidak boleh dicampur-adukan dengan proses politik yang proses dan substansinya dinilai oleh mayoritas pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara sebagai cacat hukum," katanya.
Sebelumnya KPK menolak permintaan DPR untuk mengahadirkan Miryam. Penolakan tersebut dituangkan dalam sebuah surat bernomor B-3615/01-55/06/2017 tertanggal 19 Juni 2017.
"KPK mengingatkan bahwa tindakan memanggil tersangka atau tahanan KPK yang sedang diperiksa di KPK dapat diartikan sebagai obstruction of justice," kata Syarif.
Lebih lanjut dia menilai Panitia angket KPK tersebut cacat hukum. Hal tersebut berdasarkan penilaian para pakar hukum Tata Negara dan pakar hukum pidana.
"Proses hukum tidak boleh dicampur-adukan dengan proses politik yang proses dan substansinya dinilai oleh mayoritas pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara sebagai cacat hukum," katanya.
Sebelumnya KPK menolak permintaan DPR untuk mengahadirkan Miryam. Penolakan tersebut dituangkan dalam sebuah surat bernomor B-3615/01-55/06/2017 tertanggal 19 Juni 2017.
Isi suratnya, KPK menilai upaya menghadirkan tersangka Miryam dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan yang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau 'obstruction of justice'.
Menanggapi hal tersebut, anggota hak angket dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, menilai KPK arogan . Karena itu dia meminta pimpinan pansus merespon surat KPK tersebut lewat jalur hukum.
Menanggapi hal tersebut, anggota hak angket dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, menilai KPK arogan . Karena itu dia meminta pimpinan pansus merespon surat KPK tersebut lewat jalur hukum.
Ia beralasan KPK telah melakukan content of parliament dan menuding bahwa DPR akan menghambat proses hukum.
"Ini surat sudah sungguh arogan, dengan lambang garuda pancasila surat begini bisa muncul di DPR. Saya meminta surat ini disikapi secara hukum," katanya.
Junimart beralasan kegiatan pansus hak angket telah dijamin dalam Undang-Undang MD3. Selain itu, pansus memang berhak memanggil siapapun untuk dihadirkan ke dalam rapat.
"Ini surat sudah sungguh arogan, dengan lambang garuda pancasila surat begini bisa muncul di DPR. Saya meminta surat ini disikapi secara hukum," katanya.
Junimart beralasan kegiatan pansus hak angket telah dijamin dalam Undang-Undang MD3. Selain itu, pansus memang berhak memanggil siapapun untuk dihadirkan ke dalam rapat.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah