Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut video pemeriksaan Miryam S. Haryani oleh penyidik KPK yang diputar jaksa dalam persidangan kasus pemberian keterangan tidak benar mengenai korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (14/8/2018), sudah mengalami pengeditan.
"Katanya anggota DPR menekan Miryam, kita kemarin menunggu mudah-mudahan ada video yang jelas menunjukkan Miryam ditekan. Ternyata tidak ada, sudah diedit dan dipotong, gambarnya kabur, dia bilang tidak terdengar," kata Fahri di DPR, Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Dalam video tersebut, Miryam menceritakan kepada penyidik KPK mengenai adanya intimidasi yang dilakukan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR terhadap dirinya.
Fahri menilai kualitas CCTV KPK jelek sehingga gambarnya tidak jelas.
"Bagaimana sebuah kantor yang gagah itu dibiayai mahal, (CCTV) banyak tidak jelasnya. Itu, kan bukan hasil sadapan. Itu, kan CCTV resmi lembaga. Anda memeriksa orang dengan CCTV resmi kenapa dia bisa kabur?" kata dia.
Lebih jauh, politikus yang dipecat PKS ini menduga KPK dengan sengaja ingin menjatuhkan kredibilitas anggota DPR.
"KPK itu kerjanya tiap hari itu menyerang anggota DPR RI supaya kredibilitas hancur dan ini yang terjadi. Sekarang coba. di situ ada kalimat-kalimat Miryam sampai mengulang bukan Bamsoet, bukan Bamsoet sampai lima kali kalau nggak salah. kalau sampai lima kali dugaan saya Miryam dipaksa penyidik supaya menyebut nama Bamsoet. jadi dugaan saya kpk kerjaanya tiap hari ngancuran nama DPR," tuturnya.
Miryam mengaku diintimidasi politikus, di antaranya dari PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, dari Gerindra Desmon J. Mahesa, dari Hanura Syarifuddin Sudding, dari Golkar Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo, serta dari PPP Hazrul Azwar.
"Ternyata sebulan lalu Bu Miryam diberitahu beberapa anggota DPR Komisi III akan dipanggil KPK," kata Novel dalam rekaman yang diputarkan itu.
Berita Terkait
-
Tetap Berstatus Kader, Golkar Senang Setnov Bebas: Secara Prosedur Semuanya Memenuhi Syarat
-
Blak-blakan! Ketua KPK Sebut Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Kurang Adil, Kenapa?
-
Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
-
Setya Novanto Bebas Bersyarat, KPK Ingatkan Dosa Korupsi E-KTP: Itu Kejahatan Serius!
-
KPK Tegaskan Penangguhan Penahanan Paulus Tannos Belum Dikabulkan Pengadilan Singapura
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO