Akibatnya, warga Iran dari lapisan sosial miskin dan menengah semakin tidak puas dan menyuarakan hal itu melalui media-media sosial. Mereka terutama menyoroti perbedaan pendapatan kaum alim ulama dan pejabat dengan rakyat biasa.
Seorang ulama terkenal, Ayatollah Mohammad Taghi Mesbah Yazdi, diperkirakan akan menerima IR280 miliar tahun ini, atau delapan kali lipat dari yang dia terima satu dekade yang lalu. Uang itu didapat dari pemerintah sebagai gaji.
Pada saat yang sama, pemerintah berencana untuk memotong subsidi bulanan (IR455.000 per orang) untuk mereka yang berpenghasilan lebih dari IR7 per bulan. Ini bisa langsung mempengaruhi 30 juta orang, yang banyak di antaranya sudah berjuang untuk melewatinya. Selain itu, harga BBM diperkirakan akan naik.
Semua ini terjadi di tengah ketidakpastian besar mengenai sektor keuangan, terutama institusi kredit ilegal yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan dan militer, seperti Garda Revolusi.
Jutaan orang Iran menyimpan uang mereka di institusi-institusi ini, yang telah menjamur selama dekade terakhir. Mereka menangani sekitar 25 persen operasi perbankan. Bank sentral Iran telah menutup beberapa tahun ini dan mendesak pihak lain untuk meningkatkan transparansi. Banyak yang takut akan ada kebangkrutan dan tabungan mereka akan hilang.
Kaum Oposan
Ketimpangan perekonomian itu tampak jelas dalam slogan-slogan yang digunakan oleh demonstran: “Jangan habiskan uang kami di Suriah, Gaza, dan Lebanon”; atau “Rakyat miskin seperti pengemis”.
Slogan yang lain juga termasuk: “Tinggalkan Suriah dan lihatlah kondisi kami”; “Bukan Gaza, atau Lebanon, hidupku untuk Iran”; “Hezbollah terkutuk”; “Kami tidak ingin republik Islam; “Republik Iran yang merdeka dan bebas”; dan, “Rakyat mulai mengemis”.
Baca Juga: Pajak Lampaui Target, Anies Tasyakuran
Tak diragukan lagi, otoritas dari dua sayap politik di Iran mengharapkan insiden meledak, menurut bocoran informasi dari institusi intelijen dan keamanan mereka.
Meski begitu, mereka memilih untuk tak mengganggu protes masyarakat dan mengizinkan mereka menyuarakan ketidakpuasan mereka akan kondisi ekonomi.
Reformis dan Konservatif jadi target
Pada unjuk rasa kali ini, berlawanan dengan yang sebelumnya terjadi, terutama pada demonstrasi besar-besaran tahun 2008 yang menaikkan kelompok sayap reformis di Iran.
Kekinian, mahasiswa kiri maupun rakyat miskin menyerang baik kelompok reformis maupun konservatif menjadi target pedemo. Kenyataan ini sempat membuat kaget otoritas dari kedua sayap, pun demikian para komentator politik.
“Kematian untuk Rouhani” teriak para demonstran terhadap presiden reformis tersebut. Sementara yang lain meneriakkan “kematian untuk diktator” yang ditujukan kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Sayyid Alî Hossayni Khamenei.
Meski demikian, demonstrasi ini telah meraih dimensi politis, dan berubah menjadi panggung yang tak disangka-sangka oleh otoritas. Untuk alasan ini, dengan menyebarnya demonstrasi ke seluruh penjuru negeri, kedua sayap pemerintahan dan konservatif saling menyalahkan, dan mengaku tak terkait dengan insiden yang terjadi.
Pledoi Pemerintah
Wakil Presiden Pertama Iran Eshaq Jihangiri menuding, isu-isu ketimpangan ekonomi yang disuarakan mahasiswa dan warga miskin “ditunggangi” oleh pihak asing dan kekuatan politik oposan dalam negeri.
“Permasalahan ekonomi digunakan sebagai alasan sementara sesuatu yang lain, di balik tirai, sedang berlangsung.”
The Iran–harian milik pemerintahan Hassan Rouhani –juga berkata dalam artikel yang dicetak di halaman utama, Minggu akhir pekan lalu: “Beberapa orang berpikir publik adalah mainan yang bisa digunakan untuk mencapai keinginan pribadi.”
Sementara Hossein Shariatmadari, politikus sayap konservatif dan pemimpin koran Keyhan berkata: “Penderitaan orang-orang karena mata pencaharian, adalah hasutan baru para pembuat onar.”
Pasukan Garda Revolusi juga berkata: “Beberapa kelompok menginginkan peristiwa hasutan baru.”
Para demonstran juga mengetahui, aksi-aksi mereka coba “ditunggangi” oleh kelompok politik yang memunyai agendanya sendiri.
“Kami tahu ada bagian dari rezim ini yang berada di balik protes-protes kami. Tapi, bagaimana pun juga, jeritan dan rasa lapar rakyat adalah riil terjadi,” tegas mahasiswi kiri Teheran.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Mendagri Bersama Menteri PKP Resmikan Pembangunan Hunian Tetap Korban Bencana di Tapanuli Tengah
-
Percepat Pemulihan Pascabencana, Mendagri Instruksikan Pendataan Hunian Rusak di Tapanuli Utara
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh