Suara.com - Majelis Hakim yang menyidangkan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP menolak eksepsi (nota keberatan) terdakwa Setya Novanto dan tim kuasa hukumnya pada putusan sela di gedung Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/1/2018).
Menanggapi hasil putusan tersebut, Ketua tim kuasa hukum Novanto, Maqdir Ismail mengaku menerimanya.
"Karena majelis hakim sudah memutuskan dan putusan majelis hakim ini harus kita anggap benar dan harus kita terima itu, kecuali nanti ada putusan lain yang menyatakan bahwa putusan terhadap putusan sela ini tidak tepat atau tidak benar," kata Maqdir usai sidang.
Maqdir mengatakan putusan Majelis Hakim menilai apa yang disampaikannya dalam eksespsi sudah termasuk dalan pokok perkara. Namun, yang terpenting bagi Maqdir adalah bahwa putusan sela telah dibacakan oleh Majelis Hakim.
"Yang pokok bahwa majelis hakim sudah membuat putusan, putusan itu menyatakan bahwa eksepsi kami tidak diterima karena menurut majelis hakim, surat dakwaan itu memenuhi syarat materil dan formil," katanya.
Karena itu, Maqdir mengatakan tim kuasa hukum Novanto hanya siap menghadapi persidangan pokok perkara dalam sidang lanjutan.
"Saya kira kami memang sudah mencoba menyiapkan diri supaya pemeriksaan terhadap perkara ini bisa dilakukan secara cermat, tentu berhubungan juga nanti terhadap apa yang disebut sebagai kerugian keuangan negara yang melibatkan sejumlah orang yg disebut dalam perkara-perkara sebelummya," kata Maqdir.
Untuk itu, dalam membuktikan kebenaran fakta hukum yang disampaikannya dalam eksepsi, Maqdir akan meminta keterangan kepada orang atau lembaga yang menghitung kerugian keuangan negara hingga Rp2,3 triliun akibat perbuatan kliennya dan juga terdakwa lainnya.
"Sebab jangan lupa bahwa krugian keuangan negara itu atas satu surat atau penghitungan yang dilakukan oleh BPKP, akan tetapi BPKP pula yang menyetujui jumlah angka pengadaan dari e-KTP ini, ini kita mesti tanya kepada BPKP kenapa kok ada perbedaan, kesalahannya itu ada dimana, apakah memang betul seluruh komponen untuk satu e-KTP, satu surat KTP pembiayaanya dihitung oleh yang menghitung kerugian keuangan negara ini atau tidak, ini yang kita tidak pernah dengar," katanya.
Baca Juga: Tolak Keberatan Setnov, Hakim Nilai Surat Dakwaan KPK Sah
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
MRT Siapkan TOD Medan Satria, Bakal Ubah Wajah Timur Jakarta
-
Masih Nunggak, Kejagung Sita Aset Musim Mas dan Permata Hijau Group
-
Sultan Najamudin: Semua Mantan Presiden RI yang Telah Berpulang Layak Diberi Gelar Pahlawan
-
Tragis! Siswa Internasional Pahoa Jatuh dari Lantai 8: Fakta Baru Terungkap
-
Bela Soeharto dari Tuduhan Genosida, Fadli Zon: Nggak Pernah Ada Buktinya
-
Korupsi Minyak Pertamina: 8 Tersangka Dilimpahkan ke Pengadilan, Riza Chalid Lolos?
-
KPK Ungkap Modus 'Jatah Preman' Gubernur Riau, PKB: Buka Seterang-terangnya, Siapa di Balik Itu?
-
Warga Baduy Korban Begal Ditolak Rumah Sakit, Menko PMK Pratikno Turun Tangan
-
Kenaikan Tarif Transjakarta Masih Dikaji, Gubernur Pramono: Belum Tentu Naik
-
Gubernur Riau Abdul Wahid Minta 'Jatah Preman' ke Dinas PUPR Rp7 Miliar, KPK: Pakai Kode 7 Batang