Suara.com - Program sertifikasi tanah rakyat yang dilakukan Presiden Joko Widodo kembali mendapat kritik. Termutakhir, Konsorsium Pembaruan Agraria menilai program tersebut tak bisa disebut sebagai kebijakan reforma agraria.
Reforma agraria adalah kebijakan mereoganisasi tata kepemilikan lahan yang bertumpu pada redistribusi lahan-lahan garapan dari tangan segelintir orang kepada petani miskin, sebagai prasyarat terciptanya industri nasional kuat.
"Sertifikasi itu, jika hanya menyasar kepada orang-orang yang telah punya tanah sekarang ini, maka itu bukan bagian dari reforma agraria," kata Ketua Dewan KPA Iwan Nurdin dalam diskusi mengenai reforma agraria di kantor DPP PAN, Jalan Senopati, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018).
Iwan menjelaskan, reforma agraria adalah pemberian tanah oleh negara kepada mereka yang hanya memiliki sedikit tanah atau sama sekali tidak memiliki tanah.
Karenanya, kalau hanya melakukan sertifikasi terhadap tanah-tanah yang sudah dimiliki warga, maka ketimpangan kepemilikan lahan itu tetap eksis.
“Hal ini yang mesti dijelaskan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang, supaya publik tak salah mengartikan program bagi-bagi sertifikat tanah oleh Presiden Joko Widodo,” kata dia.
Sejauh ini, kata dia, terdapat dua cara yang dilakukan dalam menyelesaikan persoalan pertanahan, yakni redistribusi lahan dan legalisasi tanah.
"Yang terus-menerus didorong oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang adalah legalisasi tanah. Redistribusinya (land reform) tidak pernah dilaporkan kepada presiden," tutur Iwan.
Iwan berpendapat, dalam kasus ini, Kementerian ATR lah yang tak jujur karena yang terus menerus didorong adalah legalisasi tanah, ketimbang redistribusi tanah untuk rakyat.
Baca Juga: Kaji Penutupan Jalan Jati Baru oleh Anies, Polisi Libatkan Ahli
"Jadi sebenarnya kalau kita lihat, rencana redistribusi itu ada, tetapi targetnya sangat kecil dan bahkan saya bilang itu bisa disebut gagal redistribusinya. Jadi, yang ada itu hanya legalisasi melalui program sertifikasi tersebut," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
Terkini
-
Menpar Widiyanti Jamin Pariwisata Bali Aman Pascabanjir, Aktivitas Wisata Berjalan Normal
-
Zita Anjani Diduga Kerap Mangkir dari Acara Penting, Pantas Dicopot dari Utusan Khusus Presiden?
-
Musim Hujan 2025/2026 Maju, BMKG Ingatkan Risiko Banjir hingga Demam Berdarah
-
BMKG: Musim Hujan 2025/2026 Datang Lebih Awal, Waspada Banjir dan Longsor
-
Viral Video Prabowo Tayang di Bioskop, Mensesneg: Lumrah Selama Tak Langgar Aturan
-
Hadapi 'Gender Trap', Menteri PPPA Desak Polwan Diberi Peran Lebih di Posisi Strategis
-
Polisi Lepas Maling Motor di Cikarang Langgar Prosedur? Ini Kata Propam
-
Polemik Selesai, TNI Resmi 'Luruskan Informasi' dengan Ferry Irwandi
-
Perang Interpretasi Janji Presiden Prabowo: Yusril Sebut 'Masuk Akal', Lukman Bilang 'Setuju'
-
ICJR Skakmat Yusril: Tawaran Restorative Justice untuk Demonstran Itu Konsep Gagal Paham