Suara.com - Partai Gerindra mengajak masyarakat memprotes pertemuan sejumlah Sekjen partai pendukung Presiden Joko Widodo untuk Pilpres 2019 di kantor Sekretaris Kabinet Pramono Anung beberapa hari yang lalu. Gerindra tak ingin elit parpol menggunakan fasilitas negara untuk pertemuan partai.
Menurut Ketua DPP Partai Gerindra, Gus Irawan, pertemuan membahas kepentingan politik praktis di kantor fasilitas negara tidak boleh menjadi kebiasaan.
"Ini mengindikasian hari gini saja udah seperti itu. Kami akan melihat nih ke depan, kalau nggak ada yang bunyi. Saya kira civil society juga harus bunyi, supaya jangan jadi kebiasaan. Dianggap hal biasa, hal yang benar," kata Irawan saat dihubungi, Kamis (10/5/2018).
"Kalau sesuatu dilakukan berulang-ulang padahal itu salah, keliru, jadi kayak sesuatu yang biasa dan benar. Civil society juga harus bunyi dong, kritisi," tambah Irawan.
Pembahasan politik praktis di kantor fasilitas negara bukan sekali terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Irawan mengungkit kembali pertemuan antara Jokowi dengan pengurus Partai Solidaritas Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi memberikan arahan kepada PSI terkait strategi-strategi pemenangan Pemilu.
"Inilah akibatnya, masih berlaku barangkali perumpamaan orang tua kita dulu, kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari katanya. Lah ini presiden saja pakai istana, yang lain pakai fasilitas negara jadinya kan," tutur Irawan.
Irawan menyadari, Badan Pengawas Pemilu akan sulit mengkategorikan pertemu-pertemuan tersebut dalam pelanggaran pemilu. Sebab, tahapan pemilu 2019 belum dimulai.
"Tapi mungkin memberikan pernyataan, lalu menganalisis sebuah kejadian sih bolehlah, walaupun memang Bawaslu belum bisa menggunakan UU Pemilu karena tahapan Pilpres belum," ujar Irawan.
"Persoalan etika, dan saya kira ada aturan mainlah terkait penggunaan aset negara," Irawan menambahkan.
Baca Juga: PAN Gabung dengan Sekretariat Bersama Gerindra dan PKS
Berita Terkait
Terpopuler
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
Terkini
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre
-
Saksi Ahli Pidana Kubu Nadiem Beberkan Empat Syarat Penetapan Tersangka
-
Ayahnya Korupsi Rp26 Miliar, Anak Eks Walkot Cirebon Terciduk Maling Sepatu di Masjid
-
Buntut Tragedi Ponpes Al Khoziny, Kementerian PU Audit Bangunan Pesantren Tua di Berbagai Provinsi
-
Kronologi Teror Bom di 2 Sekolah Elit Tangsel: Ancaman Datang Beruntun Lewat WA dan Email
-
Ajak Anak Muda Bertindak di LMS 2025, BBC Media Action Susun Strategi Jitu Atasi Isu Lingkungan
-
Viral Jejak Digital Ponpes Al Khoziny di Google Earth, Netizen: Bangunan Paling Gak Masuk Logika