News / Nasional
Minggu, 23 November 2025 | 18:41 WIB
Ilustrasi hasil studi INDEF. (Freepik)
Baca 10 detik
  • Putusan MK tentang larangan rangkap jabatan kepolisian mendominasi diskusi media sosial periode 13–17 November 2025.
  • Riset Continuum INDEF mencatat 83,9 persen sentimen positif publik mendukung putusan MK untuk pembenahan institusi.
  • Publik menilai putusan tersebut sebagai langkah progresif menuju reformasi kepolisian dan penegakan supremasi sipil.

Suara.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan rangkap jabatan di institusi kepolisian dapat dukungan publik yang sangat kuat. Studi dari Continuum INDEF menemukan kalau berita tersebut bahkan mendominasi ruang diskusi di media sosial selama periode 13–17 November 2025.

Dalam riset berbasis big data tersebut, Continuum INDEF menghimpun 11.636 perbincangan organik dari dua platform: 8.165 percakapan di X/Twitter dan 3.471 percakapan di YouTube. Seluruh data telah difilter dari akun buzzer dan akun media agar analisis hanya menangkap opini warganet asli.

"Hasil analisis telah dibersihkan dari akun buzzer dan akun media untuk memfokuskan analisis pada opini organic public. Sebanyak 83,9 persen sentimen positif terkait putusan MK muncul dari netizen, dan hanya 16,04 persen sentimen negatif," kata Business Head Continuum INDEF Arini Astari dalam diskusi virtual, Minggu (23/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa respons positif publik ini lahir dari rasa jenuh terhadap praktik rangkap jabatan yang dianggap telah lama menggerogoti birokrasi. Banyak pengguna internet menilai putusan MK sebagai peluang pembenahan institusi dan langkah maju dalam memperkuat supremasi sipil.

"Netizen juga mendorong agar putusan ini segera dijalankan," imbuhnya.

Ada 3 narasi besar terkait cluster positif yang diambil, lanjut Arini. Pertama, putusan MK dianggap sebagai sesuatau yang progrestif. Kedua, putusan itu menjadi langkah nyata bagi reformasi kepolisian untuk mengurangi abuse of power, konflik kepentingan, dan memperjelas batas antara fungsi penegakan hukum dan jabatan administrative.

Ketiga, menjadi penegakan supremasi sipil. Dengan harapan adanya tatakelola negara yang lebih sipil, transparan, dan akuntabel.

Namun, Arini mengakui masih ada 16,04 persen percakapan yang bernada kritik. Warganet dalam kelompok ini menyoroti tiga kekhawatiran utama. Di antaranya, konsistensi lintas lembaga, potensi kecemburuan antarinstansi, dan kejengahan umum terhadap budaya rangkap jabatan.

Menurut Arini, temuan ini menunjukkan bahwa publik bukan hanya menuntut penegakan aturan, tetapi juga konsistensi dan keseriusan reformasi di seluruh sektor pemerintahan.

Baca Juga: Ekonom : Sikat Gudang Penyelundup Thrifting tapi Beri Napas Pedagang Eceran!

Load More