Suara.com - Ketua Setara Institute Hendardi menilai pengaktifan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan TNI oleh Presiden Jokowi secara prinsipil dapat diterima. Nammun sepanjang tetap patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan "last resort" atau upaya terakhir dengan skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka "integrated criminal justictue system".
"Pengaktifan kembali komando tersebut memang sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme, tetapi pemanfaatannya tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri," kata Ketua Setara Institute Hendardi, di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut Hendardi menegaskan bahwa langkah Presiden Jokowi juga dapat dinilai sebagai tindakan melanggar UU.
Namun Setara Institute mengingatkan setiap pihak agar dapat menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah Presiden tentang pelibatan TNI, sehingga tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan.
Bahkan menurut Hendardi, perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri (beyond the police capacity).
Koopssusgab mesti digunakan untuk membantu dan di bawah koordinasi Polri serta ada pembatasan waktu yang jelas kapan mulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas yang dibuat oleh negara.
"Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopssusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara," kata Hendardi.
Dengan pola kerja operasi tentara, represi sebagaimana terjadi di masa lalu akan berulang. Menurut Hendardi cara ini juga rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019. Hendardi juga menilai polisi dan BNPT telah bekerja optimal meringkus jejaring terorisme dan menjalankan deradikalisasi.
"Jika membandingkan peristiwa yang terjadi dan peristiwa teror yang bisa dicegah, maka sesungguhnya Polri dan BNPT telah bekerja optimal," kata Hendardi.
Presiden Jokowi diharapkan dapat mendisiplinkan jajarannya yang mengambil langkah-langkah kontraproduktif dan bertentangan dengan semangat kepatuhan pada rule of law dan penghormatan pada hak asasi manusia.
"Cara-cara represi justru akan menjauhkan warga dengan Jokowi yang akan berlaga kembali di Pilpres 2019," kata Hendardi.
Dibanding menghidupkan kembali Komando tersebut, tambah Hendardi, Presiden Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme, karena dalam RUU itulah jalan demokratis dan ramah HAM disediakan melalui kewenangan-kewenangan baru Polri yang diperluas, tetapi tetap dalam kerangka "rule of law".
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Mendagri: Pemerintah Hadir Penuh Tangani Bencana di Sumatera
-
Ancaman Bencana Kedua Sumatra: Saat Wabah Penyakit Mengintai di Tenda Pengungsian
-
METI: Transisi Energi Berkeadilan Tak Cukup dengan Target, Perlu Aksi Nyata
-
Kejagung Buka Kemungkinan Tersangka Baru Kasus Pemerasan Jaksa, Pimpinan Juga Bisa Terseret
-
Cuan dari Gang Sempit: Kisah PKL Malioboro yang Sukses Ternak Ratusan Tikus Mencit
-
MPR Dukung Kampung Haji, Dinilai Bikin Jemaah Lebih Tenang dan Aman Beribadah
-
KSAD Minta Media Ekspos Kerja Pemerintah Tangani Bencana Sumatra
-
Kejagung Tetapkan 3 Orang Jaksa jadi Tersangka Perkara Pemerasan Penanganan Kasus ITE
-
OTT KPK di Banten: Jaksa Diduga Peras Animator Korsel Rp2,4 M, Ancam Hukuman Berat Jika Tak Bayar
-
Pesan Seskab Teddy: Kalau Niat Bantu Harus Ikhlas, Jangan Menggiring Seolah Pemerintah Tidak Kerja