Suara.com - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Koordinantor SETARA Institute Hendardi menilai pembubaran deklarasi #2019GantiPresiden melanggar hak-hak dasar warga negara. Deklarasi #2019GantiPresiden merupakan aspirasi politik warga negara yang disuarakan di ruang-ruang terbuka.
Deklarasi itu ditujukan untuk mempengaruhi pilihan warga negara pada kontestasi politik pemilihan presiden 2019 atau Pilpres 2019. Secara normatif, aspirasi tersebut merupakan hal biasa.
"Secara operasional hak untuk bebas berpendapat dan berkumpul dijamin dalam UU 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mengemukakan Pendapat di Muka Umum," kata Hendardi dalam siaran persnya, Senin (27/8/2018).
Hanya saja menurut Hendardi, tindakan polisi benar jika melarang deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa tempat. Polisi dinilai mempunyai alasan-alasan obyektif berupa potensi instabilitas keamanan, potensi pelanggaran hukum, baik dalam terkait konten kampanye yang oleh beberapa pakar bisa dikualifikasi makar, pelanggaran hukum pemilu, khususnya larangan penyebaran kebencian dan permusuhan, maupun dalam konteks waktu kampanye.
"Penggunaan alasan-alasan tersebut merupakan hak subyektif institusi keamanan yang bertolak dari analisis situasi dan potensi destruktif lainnya dan dibenarkan oleh UU 9 Tahun 1998 dan peraturan turunannya," kata dia.
Hendardi mengimbau berbagai kelompok untuk tidak menggunakan gerakan-gerakan yang menggunakan diksi negatif yang menimbulkan kebencian antar pasangan calon.
"Seharusnya pemilihan presiden adalah kontestasi gagasan. Warga harus disuguhi informasi alasan-alasan faktual untuk memilih atau tidak memilih seorang calon. Bukan diprovokasi dengan slogan yang tidak mencerdaskan," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu