Suara.com - Jamal Khashoggi, jurnalis sekaligus kolomnis The Washington Post, akhirnya diakui terbunuh oleh Kerajaan Arab Saudi.
Saudi membenarkan Kashoggi tewas di dalam kantor konsulat mereka di Istanbul, Turki. Namun, mereka mengklaim Kashoggi terwas dalam perkelahian.
Sementara versi lain yang beredar adalah, Kashoggi sengaja dibunuh oleh 15 orang tim dokter dari kerajaan dengan cara dimutilasi. Setelah itu, mayatnya dicampur zat asam agar musnah.
Sebelum ajal menjemput, Jamal Kashoggi ternyata sempat melakoni wawancara off the record dengan jurnalis Newsweek.
Dalam wawancara tersebut, Khashoggi mengakui rezim Putra Mahkota Mohammad bin Salman yang kerap digembor-gemborkan reformis ternyata tetap otoriterian. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran atas keselamatannya.
Wawancara off the record itu akhirnya dipublikasikan Newsweek setelah Khashoggi dinyatakan tewas, Sabtu (20/10/2018).
Kashoggi, dalam wawancara itu, menepis tuduhan dirinya adalah kaum oposan terhadap Mohammad bin Salman.
”Saya bukan oposan. Saya hanya ingin Arab Saudi menjadi lebih baik,” tegasnya.
Ia menuturkan, tak pernah menganjurkan kudeta terhadap Raja Salman maupun Putra Mahkota Mohammad bin Salman yang secara de facto memegang tampuk kekuasaan.
Baca Juga: Emery: Kami Harus Bersabar Soal Koscielny
"Saya tidak menyerukan penggulingan rezim, karena saya tahu itu tidak mungkin dan terlalu berisiko, dan tidak ada yang menggulingkan rezim," kata Khashoggi.
"Saya hanya menyerukan reformasi rezim."
Dia menggambarkan Pangeran Mohammed sebagai "seorang pemimpin suku kuno" yang tidak mau berhubungan dengan orang miskin Saudi.
"Kadang-kadang saya merasa bahwa ... dia ingin menikmati buah modernitas negara dunia pertama, memunyai pusat industri teknologi tinggi, bioskop, segalanya. Tapi pada saat bersamaan, dia ingin juga memerintah seperti bagaimana kakeknya memerintah Arab Saudi," kata Khashoggi kepada Newsweek.
"Dia masih tidak melihat orang-orang. Ketika dia melihat orang-orang, saat itulah reformasi yang sebenarnya akan dimulai."
Khashoggi juga mengkritik kurangnya "penasihat yang tepat" bagi Pangeran Muhammad.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Menteri Hukum Ultimatum PPP: Selesaikan Masalah Internal atau AD/ART Jadi Penentu
-
Satu Bulan Tragedi Affan Kurniawan: Lilin Menyala, Tuntutan Menggema di Benhil!
-
Polemik Relokasi Pedagang Pasar Burung Barito, DPRD DKI Surati Gubernur Pramono Anung
-
Siapa Ketum PPP yang Sah? Pemerintah akan Tentukan Pemenangnya
-
KPAI Minta Polri Terapkan Keadilan Restoratif untuk 13 Anak Tersangka Demonstrasi
-
Program Magang Fresh Graduate Berbayar Dibuka 15 Oktober, Bagaimana Cara Mendaftarnya?
-
DPR RI Kajian Mendalam Putusan MK soal Tapera, Kepesertaan Buruh Kini Sukarela
-
Setelah Kasih Nilai Merah, ICW Tagih Aksi Nyata dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun