Suara.com - Konflik bersenjata antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di lokasi pembangunan jembatan jalan Trans Papua ruas Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Minggu dan Senin (2-3/12) awal pekan ini, mengakibatkan korban jiwa.
Proyek pembangunan Trans Papua itu sendiri secara resmi ditangani oleh PT Istaka Karya, yang merupakan badan usaha milik negara.
Nathal, mantan karyawan PT Istaka Karya yang ikut dalam proyek tersebut, menyesalkan peristiwa berdarah itu terjadi. Sebab, ia menilai penyerangan TPNPB itu sebenarnya bisa dihindarkan.
Ia mengatakan, pada tahun 2017, berpengalaman menjadi operator alat berat di proyek jalan dan jembatan Trans Papua ruas Habema-Mugi yang juga rawan.
Nathaal menuturkan, kala itu, sempat meminta agar pekerja proyek Trans Papua dibuatkan surat perjanjian kerja (SPK) dari perusahaan sebagai pegangan atau jaminan bagi keluarganya.
“Permintaan saya itu sempat ditunda sampai saya akhirnya naik (berada) ke lokasi proyek,” kata Nathal seperti diberitakan Tabloid Jubi, Kamis (6/12/2018).
Pada masa awal pengerjaan proyek, seluruh pekerja sipil selalu dikawal pihak keamanan. Minimal ada enam orang personel keamanan dan setiap minggu bergantian berjaga.
Bahkan, kata dia, para pekerja poyek Trans Papua tinggal satu kamp dengan aparat keamanan. Tapi ternyata, dikawal aparat keamanan justru membuat mereka tak aman.
“Satu kamp dengan aparat saja kami masih sering diganggu, seperti pelemparan atau pengejaran. Setelah itu, Pak Jhoni Arung (pemimpin proyek) berpandangan jika kami terus dikawal aparat, akan terus diganggu,” jelasnya.
Baca Juga: Ini Hitung-hitungan Persija dan PSM Bisa Juara Liga 1 2018
“Sebab, TPNPB OPM selalu mengejar aparat, bukan mengejar kami pekerja sipil.”
Karena itulah, kata Nathal, pemimpin proyek mengganti aparat keamanan dengan warga lokal untuk mengawal buruh bekerja.
“Kami pakai masyarakat di sana, sedikit aman karena bisa beradaptasi tetapi itu tidak bisa menjamin juga, karena mereka kadang baik dan kadang keras,” ujarnya.
Namun, ia menjelaskan selama pekerjaan dilakukan, kelompok bersenjata di wilayah Nduga bersama perusahaan pernah membuat perjanjian bahwa setiap tanggal 24 November mes atau kamp harus dikosongkan.
Sebab, setiap tanggal 1 Desember, terdapat agenda hari peringatan kelompok bersenjata tersebut.
“Waktu itu sekitar November 2017, dibuat perjanjian bahwa setiap tanggal 24 November mes atau kamp harus dikosongkan, karena 1 Desember itu perayaannya mereka. Tetapi waktu itu kita turun tanggal 27 November 2017. Walaupun pimpinan proyek di lapangan waktu itu bersikeras bertahan, saya berpikir kalau kami bertahan di sini siapa yang bisa tanggungjawab kami punya nyawa? Sehingga saya bersama rekan-rekan kosongkan mes,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu
-
Misi Penyelamatan Pekerja Tambang Freeport Berlanjut, Ini Kabar Terbarunya
-
Buntut Aksi Pemukulan Siswa ke Guru, Dikeluarkan Sekolah dan Ayah yang Polisi Terancam Sanksi
-
Perkuat Pertahanan Laut Indonesia, PLN dan TNI AL Jalin Kolaborasi
-
Korban Pemerkosaan Massal '98 Gugat Fadli Zon: Trauma dan Ketakutan di Balik Penyangkalan Sejarah
-
Pengamat: Dasco Punya Potensi Ubah Wajah DPR Jadi Lebih 'Ramah Gen Z'