News / Nasional
Rabu, 20 Maret 2019 | 12:26 WIB
Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. (Antara)

Di Kampung Naga terdapat 112 bangunan tradisional yakni 109 rumah dan tiga bangunan terdiri atas masjid, Bumi Ageung, dan Bale Kampung yang berjejer rapi dengan jumlah penghuni sebanyak 294 jiwa atau 101 kepala keluarga.

Di sebelah barat terdapat hutan larangan, selain terdapat makam keramat Eyang Singaparana, tetapi juga dilarang keras berburu hewan atau menebang pohon sembarangan.

Di sebelah selatan merupakan persawahan milik penduduk, serta di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan. Sungai itu berhulu di Gunung Cikuray, di Garut, tempat mata air sungai tersebut.

Pastikan "nyoblos"

Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana penduduk Kampung Naga menjelang pemilu, ANTARA dipertemukan dengan Ucu Suherlan, pria berusia 53 tahun yang diangkat oleh masyarakat setempat sebagai juru pelihara dan sesepuh adat. Dalam susunan adat mereka dikenal pula seorang kuncen yang merupakan tokoh tertinggi di kampung itu, selain itu juga ada lebai yang berperan sebagai pemuka agama atau mengurus berbagai kegiatan keislaman di kampung setempat, dan para sesepuh yang berperan sebagai orang yang dituakan.

Ucu Suherlan menyatakan setiap pelaksanaan pemilu, baik untuk pikada di tingkat Kabupaten Tasikmalaya untuk memilih bupati, pemilihan gubernur di tingkat Provinsi Jawa Barat, dan Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden sebelumnya, selalu disambut baik oleh warga, dibuktikan langsung datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) tempat menyalurkan hak suaranya.

"Dipastikan semua warga yang memiliki hak pilih akan datang, nyoblos," kata Ucu.

Ia mengatakan bahwa kepastian memberikan suara dalam pemilu itu merupakan salah satu bentuk dari pengabdian kepada negara. Konon keberadaan Kampung Naga sempat dibakar habis dan dihilangkan catatan-catan sejarahnya pada media tahun 1950-an, tatkala para pemberontak dari pasukan DI/TII Kartosuwiryo, turut menguasai kawasan itu tetapi penduduknya tetap setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.

Ucu mengatakan bahwa pengabdian kepada negara dan pemerintahan yang sah adalah benar-benar untuk mengabdikan diri, dan bukan untuk tempat meminta-minta.

Baca Juga: Ini Dua Presenter yang Diusulkan Jadi Moderator Debat Keempat Pilpres

Falsafah itu, menurut Ucu, bukti bahwa warga adat Kampung Naga selalu menunjukan diri patuh pada aturan selama tidak merugikan atau bertentangan dengan agama, termasuk dalam menerapkan sistem demokrasi.

Warga siap memberikan hak suaranya sesuai dengan pilihannya masing-masing, dan tidak pernah menunjukkan diri kepada warga lain tentang dukungannya itu.

"Artinya warga patuh dan taat memberikan hak pilihnya dan sudah punya pilihan, sudah mendukung ini mendukung itu, sudah punya pilihan masing-masing, dan itu tidak ditunjukan, tapi nanti di TPS, rahasia," kata Ucu.

Setiap pelaksanaan pemilu, kata Ucu, seluruh warga seratus persen memilih, kecuali ada warga yang sakit, terkadang tidak bisa memilih karena lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang jauh di luar kampung adat.

Partisipasi penduduk Kampung Naga saat menyalurkan hak suaranya itu dengan datang saling bergantian ke luar kampung menuju TPS yang selalu didirikan di halaman parkir kendaraan pintu masuk kawasan Kampung Naga.

Biasanya pemilih laki-laki yang pertama datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya, kemudian disusul oleh kaum perempuan, setelah itu warga kembali lagi ke kampung untuk melakukan aktivitas seperti biasa.

Load More