Suara.com - Persekusi berupa pengepungan disertai caci maki rasialis terutama sebutan “monyet” terhadap mahasiswa Papua di Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/8) pekan lalu, memantik protes publik di tanah Papua.
Sejak Senin (19/8) awal pekan ini, gelombang protes warga Papua di sejumlah daerah meledak. Mereka memprotes cacian rasialis terhadap warga Papua.
Derasnya makian bernada rasis yakni sebutan “monyet” membuat geram berbagai kalangan, termasuk mama-mama Papua, demikian laporan Jubi.co.id, Selasa (20/8/2019).
Mama Lince Pigai, satu diantara mama Papua yang ditemui Jubi mengatakan, tidak pernah mengandung dan melahirkan anak binatang di atas tanah Papua.
Dalam orasinya pada aksi kemarin, ia dan mama Papua lain melahirkan anak-anak bukan untuk distigma, mendapatkan perilaku rasis, serta dikriminalisasi atas nama NKRI.
“Anak-anak kami selalu diperkosa, dibunuh dan disiksa hanya karena mereka memperjuangkan ideologi kebebasan dan kemerdekaan dari dulu hingga sekarang,” katanya.
Ia mengatakan, orang tua di Papua berharap anak-anak mereka bisa berkuliah secara aman sehingga berhasil. Namun yang terjadi mereka distigma dengan kata separatis, pengacau.
“Intimidasi, kekerasan terus terjadi dan dilakukan TNI/Polri bersama Ormas terhadap anak-anak kami, negara harus bertanggung jawab karena aktor dari semua ini adalah TNI/Polri,” katanya, Senin (19/8/2019).
Sementara itu, juru bicara internasional KNPB Victor Yeimo dalam orasinya di kantor Gubernur provinsi Papua mengatakan diskriminasi rasis kata “monyet” menjadi simbol perlawanan rakyat Papua.
Baca Juga: Tak Terima Disebut Monyet, Mahasiswa Papua Bakal Aksi di Depan Istana
“Rakyat Papua dan aparatur negara orang Papua dipanggil monyet, sudah begitu kenapa kita terlalu cinta NKRI? Mari sadar, satukan barisan dan kita lawan,” kata Yeimo.
Berita Terkait
-
Kecam Tindakan Fasis dan Rasis Terhadap Mahasiswa Papua
-
Bakal Datangi Papua Pasca Rusuh, Wiranto Mau Beri Ilmu Bela Negara
-
Rasisme Aparat ke Mahasiswa Papua, Menhan: Saya Belum Tahu
-
Prabowo Minta Anggota DPR RI dari Gerindra Ikut Damaikan Situasi di Papua
-
Setara Institute: Hari Kemanusiaan Ternodai Dehumanisasi Masyarakat Papua
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Menteri Haji Umumkan Tambahan 2 Kloter untuk Antrean Haji NTB Daftar Tunggu Jadi 26 Tahun
-
Bulan Madu Maut di Glamping Ilegal, Lakeside Alahan Panjang Ternyata Tak Kantongi Izin
-
Geger Ziarah Roy Suryo Cs di Makam Keluarga Jokowi: 7 Fakta di Balik Misi "Pencari Fakta"
-
Kronologi Bulan Madu Maut di Danau Diateh: Istri Tewas, Suami Kritis di Kamar Mandi Vila
-
FSGI: Pelibatan Santri dalam Pembangunan Musala Ponpes Al Khoziny Langgar UU Perlindungan Anak
-
Dugaan Korupsi Chromebook: Petinggi Perusahaan Teknologi Dipanggil Jaksa, Ternyata Ini Alasannya
-
FSGI Kecam Rencana Perbaikan Ponpes Al Khoziny Pakai Dana APBN: Lukai Rasa Keadilan Korban!
-
Krisis Politik di Madagaskar Memanas, Presiden Rajoelina Sebut Ada Upaya Kudeta Bersenjata
-
Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Para Petinggi BUMN Ini Mulai Diselidiki Kejagung
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi