Suara.com - Mahfud MD tidak merekomendasikan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU KPK yang ditolak oleh mahasiswa. Pernyataan ini disampaikannya dalam acara ILC TV One, Selasa (2/10/2019) malam.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD merasa langkah judicial review yang diambil mahasiswa kurang pas. Menurutnya, MK hanya membatalkan yang inkonstitusional.
"Legislatif review saja, wong ini sudah disahkan," ujar Mahfud MD.
UU KPK yang telah disahkan lebih baik diuji materi ke DPR, bukan ke MK. Profesor Hukum Tata Negara, UII Yogyakarta ini lantas mengajukan opsi selanjutnya, yaitu Perpu.
Perpu adalah hak subjektif presiden. "Sehingga orang tidak boleh bertanya apa ukurannya kok kegentingan, ndak, ndak pake ukuran. Di undang-undang dasar itu ada dua kata, 1. keadaan bahaya, 2. keadaan genting," kata Mahfud MD dengan tegas.
Berbeda dengan keadaan bahaya yang punya ukuran yang sesuai Undang-Undang Nomor 23 Prp. Tahun 1959. "Tapi kalau keadaan genting, terserah presiden," tambahnya.
Mantan Ketua MK berkata tegas bahwa jika perpu tersebut nantinya bermasalah bisa dibatalkan. Mahfud mengacu situasi pada saat Presiden SBY mengeluarkan Perpu Jaringan Pengaman Sistem Keuangan, Perpu No.4 Tahun 2008.
Rekomendasi mulai dari judicial review sampai mengeluarkan perpu ini telah disampaikan ke Presiden Joko Widodo saat Mahfud MD bersama sejumlah tokoh diundang ke Istana Negara pada Kamis (26/9/2019).
Telah diberitakan sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara memilih jalur uji materi atau Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: Jika Temu Jokowi dan BEM Disiarkan TV, Putra Nababan: Kurang Efektif!
Langkah tersebut disampaikan Koordinator Pusat BEM Nusantara, Hengky Primana, di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Dia mengatakan, efektivitas judicial review terkait UU KPK lebih jelas dibandingkan harus turun ke jalan menyampaikan aspirasi ke DPR RI.
"Hasil JR akan memberikan keputusan mutlak yang tak bisa diganggu gugat," katanya seperti dilansir Antara.
Pihaknya tidak menolak secara keseluruhan, tapi ada poin-poin dalam RUU KUHP dan UU KPK yang harus direvisi lagi.
"Nah, rencananya kami akan menempuh judicial review sesuai jalur hukum yang ada di Indonesia, karena bagi saya itu adalah keputusan mutlak ketika sudah diputuskan oleh MK," papar Hengky.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Stop Tahan Ijazah! Ombudsman Paksa Sekolah di Sumbar Serahkan 3.327 Ijazah Siswa
-
10 Gedung di Jakarta Kena SP1 Buntut Kebakaran Maut Terra Drone, Lokasinya Dirahasiakan
-
Misteri OTT KPK Kalsel: Sejumlah Orang Masih 'Dikunci' di Polres, Isu Jaksa Terseret Menguat
-
Ruang Kerja Bupati Disegel, Ini 5 Fakta Terkini OTT KPK di Bekasi yang Gegerkan Publik
-
KPK Benarkan OTT di Kalimantan Selatan, Enam Orang Langsung Diangkut
-
Mendagri Tito Dampingi Presiden Tinjau Sejumlah Titik Wilayah Terdampak Bencana di Sumbar
-
Pramono Anung: 10 Gedung di Jakarta Tidak Memenuhi Syarat Keamanan
-
Ditantang Megawati Sumbang Rp2 Miliar untuk Korban Banjir Sumatra, Pramono Anung: Samina wa Athona
-
OTT Bekasi, KPK Amankan 10 Orang dan Segel Ruang Bupati
-
OTT KPK: Ruang Kerja Bupati Bekasi Disegel, Penyelidikan Masih Berlangsung