Suara.com - Politisi Partai Gerindra Fadli Zon menyoroti penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, SKB 11 Menteri menjadi bukti kemunduran demokrasi.
Hal itu disampaikan oleh Fadli Zon melalui akun Twitter miliknya @fadlizon. Fadli menilai pemerintah telah salah dalam menyusun regulasi.
"Menurut saya adalah bukti nyata kian mundurnya demokrasi di era Presiden @jokowi," kata Fadli seperti dikutip Suara.com, Jumat (29/11/2019).
Sejak awal pemerintah tidak memberikan definisi dan konsep yang jelas mengenai radikalisme. Semua hal yang bertentangan dengan pemerintah dan kepentingan dicap sebagai radikalisme.
Dalam SKB 11 Menteri, hal yang berkaitan dengan hoaks, ujaran kebencian, SARA hingga intoleransi ke dalam kategori radikalisme. Menurut Fadli, hal itu tidak benar.
"Ini jelas bentuk penyusunan regulasi yang bermasalah. Ini kan ngaco. Bagaimana aturan ini bisa memperkuat wawasan kebangsaan jika rumusannya saja ngaco begitu?" ungkapnya.
Tak hanya itu, SKB 11 Menteri juga dinilai islamophobia dan diskriminatif. Sebab poin-poin dalam SKB menyasar kepada kaum muslim.
"Saya khawatir, oleh sebagian besar publik seluruh kampanye anti-radikalisme ini akan dilihat sebagai bentuk Islamophobia Baru," ungkapnya.
Baca Juga: Hasil Pertemuan Wapres Ma'ruf dan 36 Ormas Islam Hasilkan Enam Kesepakatan
Berita Terkait
-
Geger Cuitan Gerindra soal Kritik LGBT Jadi CPNS, Fadli Zon Buka Suara
-
SKB 11 Menteri Soal Radikalisme ASN Dinilai Represi Orde Baru
-
Wapres Maruf: Pesan Radikalisasi Bisa Lolos jadi Bahan Materi Sekolah
-
Sebut Radikalisme Penyakit, Wapres Ma'ruf: Harus Diperangi Bersama
-
Maruf Amin Bertemu Tokoh Lintas Agama, Bahas Antisipasi Radikalisme
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!
-
PIP September 2025 Kapan Cair? Cek Nominal dan Ketentuan Terkini
-
PLN Perkuat Keandalan Listrik untuk PHR di WK Rokan Demi Ketahanan Energi Nasional
-
PN Jaksel Tolak Praperadilan, Eksekusi Terpidana Kasus Pencemaran Nama Baik JK Tetap Berlanjut