Suara.com - Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) turut prihatin dan marah atas perlakuan diskriminatif pemerintah Hong Kong kepada Yuli Riswati hingga memaksa buruh migran tersebut menandatangani persetujuan deportasi ke Indonesia.
JBMI menyebutkan Yuli hanya satu dari sekian buruh migran yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
Koordinator JBMI Sringatin mengatakan Yuli sudah 10 tahun tinggal di Hong Kong dan menjalani profesi sebagai PRT migran. Namun di samping itu, Yuli Riswati adalah PRT migran asal Indonesia yang telah bekerja di Hong Kong lebih dari 10 tahun dan aktif dalam bidang kepenulisan.
Yuli juga aktif menulis dan kerap mengangkat isu-isu yang berkaitan tentang persoalan PRT Migran. Bahkan prestasi menulisnya tersebut dibuktikan dengan peroleh penghargaan dari the Taiwan Literature Award for Migrants.
Namun, cerita kelam pun datang dari Yuli ketika dirinya ditangkap dan disidangkan dengan tuduhan tidak memperpanjang visa kerja atau overstay. Yuli ditangkap pada 23 September lalu.
"Seperti pengakuannya Yuli yang masih bekerja di rumah majikan lupa bahwa dia harus memperpanjang visa kerjanya setelah memperbaharui paspornya," kata Sringatin dalam keterangan tertulisnya di Hong Kong, Rabu (4/12/2019).
Pada tanggal 23 September 2019, Yuli ditangkap dan disidangkan dengan tuduhan tidak memperpanjang visa kerja (overstay). Seperti pengakuannya Yuli yang masih bekerja di rumah majikan lupa bahwa dia harus memperpanjang visa kerjanya setelah memperbaharui paspornya.
Yuli kemudian menjalani proses persidangan di Pengadilan Shatin pada 4 November 2019. Hakim yang bertugas menyatakan Yuli bebas dari tuduhan pelanggaran setelah bukti yang ada tidak memadai untuk hukuman Yuli.
Namun, pihak imigrasi setempat tetap menahan dan mendeportasi Yuli. Alasan Imigrasi melakukan hal tersebut karena Yuli dianggap tidak memiliki visa kerja dan tempat tinggal sehingga mesti keluar dari Hong Kong. Sringatin menjelaskan bahwa pihak majikan Yuli telah menawarkan untuk memudahkan proses visa Yuli.
Baca Juga: Jurnalis Dideportasi Pemerintah Hong Kong, Yuli Riswati Bongkar Kejanggalan
"Namun tawaran tersebut ditolak oleh imigrasi. Yuli dipaksa menandatangani surat perintah pemulangan (removal order) dan jika menolak maka dia akan ditahan hingga waktu yang tidak terbatas," ujarnya.
Ketika menjalani masa penahanannya tersebut, kondisi kesehatan Yuli kian menurun dan terpaksa menandatangani surat persetujuan pemulangan pada 2 Desember 2019.
"Apa yang dialami Yuli juga dialami banyak PRT Migran lainnya dan bisa saja menimpa kita semua. Hal ini karena Pemerintah Hong Kong sengaja mengikat PRT Migran dengan peraturan-peraturan yang diskriminatif," ujarnya.
Sringatin menyebutkan PRT Migran yang bekerja di Hong Kong diikat dengan visa kerja yang sangat terbatas. Visa PRT Migran tergantung pada majukan yang menandatanganinya. Semisal ada pemutusan kontrak, maka hanya diizinkan tinggal maksimal 14 hari dan setiap tahun diharuskan memperbaharui visa kerja dengan cara keluar dari Hong Kong (Mandatory Exit).
"Banyak PRT Migran yang tidak memahami aturan ini atau kadang lupa yang umum juga terjadi di kalangan orang-orang organisasi," katanya.
Kemudian PRT Migran di Hong Kong dilarang untuk melakukan aktivitas apapun yang tidak tertera dalam kontrak kerja. Apabila ketahuan maka dianggap telah melakukan pelanggaran izin tinggal dan bisa dipersidangkan, dihukum, dideportasi dan di-blacklist.
Berita Terkait
-
Yuli Riswati, Jurnalis Asal Indonesia yang Dideportasi Pemerintah Hong Kong
-
Curhatan Jurnalis Yuli Riswati Selama Ditahan 28 Hari
-
Jurnalis Dideportasi Pemerintah Hong Kong, Yuli Riswati Bongkar Kejanggalan
-
TKW Dideportasi karena Nulis Berita, Harusnya Indonesia Protes
-
Migrant CARE Sebut Nasib Buruh Migran Sepanjang 2017 Masih Suram
Terpopuler
- Karawang di Ujung Tanduk Sengketa Tanah: Pemerintah-BPN Turun Gunung Bahas Solusi Cepat
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 6 Oktober 2025, Banjir Ribuan Gems dan Kesempatan Klaim Ballon d'Or
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga Mulai Rp6 Jutaan, Ramah Lingkungan dan Aman Digunakan saat Hujan
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Tanpa Calvin Verdonk, Ini Pemain Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Waketum PSI Dapat Tugas dari Jokowi Usai Laporkan Penyelewengan Dana PIP
-
Ole Romeny Diragukan, Siapa Penyerang Timnas Indonesia vs Arab Saudi?
-
Wasapada! Trio Mematikan Arab Saudi Siap Uji Ketangguhan Timnas Indonesia
-
Panjatkan Doa Khusus Menghadap Kabah, Gus Miftah Berharap Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia
Terkini
-
PLN Energi Primer Indonesia Gandeng Timas Suplindo Bangun Pipa Gas WNTS-Pemping
-
Nadiem Masih Dibantarkan di RS Usai Operasi, Kejagung: Penyidikan Korupsi Chromebook Jalan Terus
-
Anak Buah Masuk Penjara Gegara Pasang Patok, Dirut PT WKM Pasang Badan: Saya yang Bertanggung Jawab
-
Anak Riza Chalid Hadapi Sidang Korupsi Pertamina, Pengacara Bantah Keterlibatan Kliennya
-
Gema Adzan Sang Ayah di Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Ikhlas Melepas Anaknya Syahid
-
Harapan Akhir Tahun Pekerja Online, Rieke Minta Kado Spesial Perpres Perlindungan dari Prabowo
-
Sidang Praperadilan Nadiem Makariem, Hotman Paris Cecar Ahli Hukum Soal Kerugian Negara
-
Yayat Supriatna Sebut Pembangunan Infrastruktur Pangan Bukan Domain Pemerintah
-
Revisi UU Ketenagakerjaan Jadi Kunci Nasib Pekerja Digital, Rieke Diah Pitaloka: Mari Kawal Bersama
-
Gubernur Pramono Tolak Atlet Israel, Menlu 'Lempar Bola' ke Persani dan Imigrasi