Suara.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengemukakan pemerintah sedang mencari alternatif penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu. Saat ini ada dua opsi yang dipikirkan pemerintah, yakni menggunakan skema yudisial atau non-yudisial.
"Saya pikir kita cari skemanya dulu. Ada skema penyelesaiannya. Apakah kalau yudisial bagaimana? Kalau non-yudisial gimana?" ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (10/12/2019).
Pernyataan mantan Panglima TNI tersebut sekaligus menanggapi usulan Komnas HAM yang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Tak hanya itu, dia juga menyebut pemerintah saat ini tengah memikirkan upaya penyelesaian kasus HAM dengan membuat KKR (Komisi Kebenaran Rekonsiliasi). Lantaran itu, dia juga meminta masyarakat bersabar terkait upaya pemerintah menuntaskan kasus HAM.
"Kami sedang memikirkan KKR itu. Tunggu dulu lah. Kami sedang mencari alternatif yang terbaik," ucap dia.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International bersama para korban dan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat mendatangi Komnas HAM di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2019).
Mereka kembali meminta dukungan dari Komnas HAM untuk mendukung penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang hingga kini belum tuntas.
"Komnas HAM segera menyikapi hasil survei Litbang Kompas, dengan menjadikan hasil survei tersebut sebagai basis argumen kepada presiden untuk mendorong penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan," kata Perwakilan Amnesty International Puri Kencana Putri, Senin (9/12/2019).
Kedatangan mereka diterima Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam. Menurut Anam, ada beberapa jalan keluar yang bisa dipertimbangkan pemerintah untuk menyelesaikan kasus kusut ini, salah satunya memberikan kuasa kepada Komnas HAM untuk menyelesaikannya.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Presiden Terbitkan Perppu HAM, Mahfud MD: Silakan Saja
"Kasih surat perintah kepada kami, jadi kalau berkas dibalikin ya kasih surat perintah, apa kurang bukti mana? Dokumen? Karena surat perintahnya untuk ambil dokumen yang mana? Kami akan lakukan, itu diatur di undang-undang 26 (tahun 2000) atau kurang bukti apa? Bongkar makam untuk lihat visum? Ayo kita lakukan bareng-bareng, itu bisa dan paling praktis," kata Anam.
Pemerintah juga bisa membuat tim Adhoc yang berisi orang-orang kredibel dan independen, bukan diisi orang yang hanya mencari panggung politik semata.
Namun, ada hal yang bisa langsung cepat dilakukan oleh pemerintah, yaitu presiden harus mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Minimal yang kami bayangkan di perppu itu adalah pengakuan peristiwa itu ada dan konsekuensi dari itu adalah hak korban segera diberikan tanpa harus menunggu putusan pengadilan," jelasnya.
Diketahui, para perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu ini mewakili korban-korban dari peristiwa 1965/1966, keluarga korban Tanjung Priuk 1984, keluarga korban penghilangan paksa 1997/1998, keluarga korban Tragedi Mei 1998 dan keluarga korban Semanggi I.
Berita Terkait
-
Komnas HAM Minta Presiden Terbitkan Perppu HAM, Mahfud MD: Silakan Saja
-
Mahfud Klaim Pasca Reformasi Tak Ada Pelanggaran HAM yang Dilakukan Negara
-
Komnas HAM Ingatkan Jokowi Soal Penyelesaian Kasus Novel, Mahfud: Terserah
-
Penyelesaian Kasus HAM Lamban, Mahfud MD: Kekuasaan Sudah Terbagi
-
Komnas HAM Usul Jokowi Buat Perppu Tuntaskan Kasus HAM Berat Masa Lalu
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Jadi Biang Kerok Banjir Kemang, Normalisasi Kali Krukut Telan Biaya Fantastis Rp344 Miliar
-
Gubernur Bobby Nasution Lepas Sambut Pangdam, Sumut Solid Atasi Bencana
-
Fakta Baru Pengeroyokan Maut Kalibata, Ternyata Lokasi Bentrokan Lahan Milik Pemprov DKI
-
LPSK Puji Oditur Militer: 22 Senior Penganiaya Prada Lucky Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp1,6 Miliar