Suara.com - Staf Khusus Presiden Arif Budimanta menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia naik sekitar 5,02 persen selama tahun 2019. Angka tersebut naik dibandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018.
Arif mengklaim, Presiden Joko Widodo kekinian concern pada peningkatan ekspor. Disebutkan Arif, Indonesia mengalami peningkatan ekspor dalam segi volume sebanyak 9,82 persen pada 2019.
"Kalau dilihat, Pak Presiden concern pada peningktan ekspor. Ekspor kita di 2019 secara volume naik, mendekati 10 persen atau tepatnya 9,82 persen. Ekspor nonmigas kita meningkat dari sisi volume baik terkait dengan CPO atau batubara 9,82 persen," kata Arif di Wisma Negara, Kompleks Kepresidenan, Senin (10/2/2020).
Dibalik hal tersebut, Arif mengakui jika dalam hal nilai, ada penurunan dalam segi komoditas. Contohnya, ekspor Batubara dan Minyak Kelapa Sawit atau Crude Palm Oli (CPO).
Secara nilai, ekspor Batubara mengalami penurunan sebesar 27 persen pada 2019. Selanjutnya, ekspor CPO mengalami penurunan sebesar 6 persen.
"Tapi secara nilai, mengalami kontraksi karena harga komoditas yang kontraksi cukup dalam. Batubara turun 27 persen, dari 2019 dari 2018. Atau CPO yang turun 6 persen year on year," kata dia.
Penurunan ekspor secara nilai itulah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya naik sebesar 5,02 persen. Disebutkan, nilai ekspor Indonesia mengalami kontraksi hingga minus 0,86 persen.
"Hal ini yang membuat secara nilai ekpsor kita -0,86 persen, aspek cyclical. Bukan ketiadaan usaha. Usaha maksimal, namun secara cyclical kita hadapi super cycle komoditas yang lagi menurun harganya," jelas Arif.
Arif menyatakan, ada hal lain yang menyebabkan ekspor Indonesia secara nilai menurun. Contohnya, harga minyak menta Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang turun sebesar 8 persen.
Baca Juga: Jokowi Pidato Menggunakan Bahasa Indonesia di Parlemen Australia
"Begitu juga misalnya di luar migas, kita alami tekanan terhadap harga komoditas minyak, rata2 ICP kita turun 8 persen. Proyeksi kita di tahun 2019, ICP kita 70 USD per barel. Tetapi pada kenyataannya kurang dari situ, 62-63 USD per barel," ucap Arif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Tiga Notaris Jadi Saksi Kunci, KPK 'Kuliti' Skema Mafia Tanah Tol Sumatera
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Identifikasi Korban Terus Berlanjut, 53 Jenazah Teridentifikasi!
-
Nobel Perdamaian 2025 Penuh Duri: Jejak Digital Pro-Israel Penerima Penghargaan Jadi Bumerang
-
Birokrasi Jadi Penghambat Ambisi Ekonomi Hijau Indonesia? MPR Usul Langkah Berani
-
Jejak Korupsi SPBU Ditelusuri, KPK dan BPK Periksa Eks Petinggi Pertamina
-
'Tsunami' Darat di Meksiko: 42 Tewas, Puluhan Hilang Ditelan Banjir Bandang Mengerikan
-
Prajurit TNI Gagalkan Aksi Begal dan Tabrak Lari di Tol Kebon Jeruk, 3 Motor Curian Diamankan
-
Di The Top Tourism Leaders Forum, Wamendagri Bima Bicara Pentingnya Diferensiasi Ekonomi Kreatif
-
KPK Bongkar Akal Bulus Korupsi Tol Trans Sumatera: Lahan 'Digoreng' Dulu, Negara Tekor Rp205 M
-
Buntut Tragedi Ponpes Al Khoziny, Golkar Desak Pesantren Dapat Jatah 20 Persen APBN