Suara.com - Pemerintah Thailand telah resmi melakukan lockdown dan menutup sejumlah tempat hiburan.
Penutupan tersebut membuat para pekerja seks komersial (PSK) di Thailand turun ke jalanan untuk menjajakan diri.
Distrik lampu merah dari Bangkok menuju Pattaya yang dipenuhi klub malam dan panti pijat telah ditutup. Para wisatawan dilarang masuk ke negara itu sehingga kawasan tersebut menjadi sepi.
Akibatnya, sekitar 300 ribu PSK kehilangan pekerjaan. Bertujuan ingin memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka nekat turun ke jalan untuk mencari pelanggan.
Salah seorang PSK transgender bernama Pim mengakui ia takut dengan penyebaran virus corona baru Covid-19 yang begitu cepat.
Namun, ia tak punya pilihan lain untuk menyambung hidupnya selain turun ke jalan mencari pelanggan.
"Saya takut virus tapi saya perlu mencari pelanggan untuk membayar kamar dan membeli makanan," kata Pim dialihbahasakan dari AFP, Minggu (5/4/2020).
Saat pandemi corona berlangsung dan pemerintah melakukan lockdown, sebagian besar PSK hanya bisa berdiam diri di rumah menunggu krisis.
Ia mengaku sudah 10 hari ia tak mendapatkan pelanggan, sementara tagihannya terus menumpuk.
Baca Juga: Menkes dan Gugus Tugas Covid Butuh Waktu Dua Hari Putuskan PSBB di Daerah
Rekan Pim, Alice yang juga PSK transgender mengaku dipaksa pindah dari bar go-go ke jalanan. Semenjak tempat hiburan berhenti beroperasi, penghasilannya juga ikut berhenti.
"Dulu aku menghasilkan uang yang layak, terkadang 300 sampai 600 dolar AS per minggu. Kami melakukan ini karena kami miskin. Jika kami tidak membayar penginapan, kami akan diusir," tuturnya.
Pemerintah berencana menyediakan 5.000 bahr atau sekitar 150 dolar AS untuk jutaan pengangguran akibat corona.
Namun, para PSK khawatir mereka tidak termasuk dalam daftar pengangguran yang ditanggung pemerintah itu.
Tim advokasi untuk pekerja seks The Empower Foundation mengatakan perusahaan hiburan mampu menghasilkan sekitar 6,4 miliar dolar per tahun.
Paling banyak dihasilkan dari mereka yang menjual seks dalam berbagai bentuk.
Berita Terkait
-
Menkes dan Gugus Tugas Covid Butuh Waktu Dua Hari Putuskan PSBB di Daerah
-
Indonesia Wajibkan Semua Warga Pakai Masker Kain saat Keluar Rumah
-
2.273 Orang RI Positif Corona, Banyak Tertular Tanpa Gejala
-
Jitu! Begini Ramalan Bill Gates kepada Rafael Nadal soal Virus Corona
-
Update Corona Jawa Timur: Positif COVID-19 Melonjak Jadi 188 Orang
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
-
4 Rekomendasi Tablet RAM 8 GB Paling Murah, Multitasking Lancar Bisa Gantikan Laptop
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
Terkini
-
Lolos Hukuman MKD, Uya Kuya dan Adies Kadir Baru Bisa Aktif Lagi di DPR Tergantung Ini!
-
Viral! Pasangan Pembuangan Bayi di Ciamis Dinikahkan di Kantor Polisi: Biar Bisa Rawat Anak Bersama?
-
Ditugasi Prabowo Berkantor di Papua, Gibran Tak Merasa Diasingkan: Itu Tidak Benar!
-
Sumpah SF Hariyanto: Saya Bukan Pelapor Kasus Gubernur Riau, Kami Sedang Ngopi Saat KPK Datang
-
DPR Batasi Delegasi Buruh, Komisi IX Absen: Ada Apa di Balik Audiensi Kenaika
-
Jusuf Kalla Ngamuk di Makassar: Tanah Saya Dirampok Mafia, Ini Ciri Khas Lippo!
-
'Acak-acak' Sarang Narkoba di Kampung Bahari Jakut, Kos-kosan Oranye jadi Target BNN, Mengapa?
-
Media Asing Soroti Progres IKN, Kekhawatiran soal Lingkungan dan Demokrasi Jadi Perhatian Utama
-
Sandi 'Tujuh Batang' dan Titah 'Satu Matahari' yang Menjerat Gubernur Riau dalam OTT KPK
-
Rumah Hakim Kasus Korupsi Rp231 M Dibakar, Komisi III DPR: Ini Kejahatan Terencana