Suara.com - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menyetujui pernyataan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta kebijakan pemidanaan terhadap penghina pemimpin dan pejabat negara dievaluasi.
Fadli juga mengakui bahwa Indonesia jauh lebih demokratis dan dewasa saat dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya sependapat dengan pandangan bijak Pak SBY ini. Harus diakui di zaman pemerintahan beliau Indonesia jauh lebih demokratis dan dewasa," tulis Fadli (9/4/2020).
Wakil Ketua Umum Parta Gerindra ini menambahkan bahwa pada era SBY hukum diterapkan dengan lebih proporsional.
"Tentu banyak kritik, tapi hukum diterapkan relatif proporsional. Sejarah mencatat," imbuh Fadli melalui Twitter-nya.
Sebelumnya, mantan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi keputusan pemerintah terkait pemidanaan terhadap penghina pemimpin dan pejabat negara.
"Saya perhatikan beberapa hari terakhir ini justru ada situasi yang tak sepatutnya terjadi," tulis SBY melalui Facebook.
"Kembali terjadi ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah, bahkan disertai dengan ancaman untuk 'mempolisikan' warga kita yang salah bicara. Khususnya yang dianggap melakukan penghinaan kepada presiden dan para pejabat negara," kata SBY.
Mantan presiden yang menjabat selama dua periode itu merasa malu terlebih kalau hal itu semakin menjadi-jadi.
Baca Juga: Di Rumah Aja, Marko Simic Lebih Suka Baca Buku ketimbang Main Game
Gara-gara aturan tersebut, rakyat dilanda ketakutan padahal sedang mengalami kesulitan hidup karena wabah.
"Kalau hal ini makin menjadi-jadi, sedih dan malu kita kepada rakyat kita. Rakyat sedang dilanda ketakutan dan juga mengalami kesulitan hidup karena terjadinya wabah korona ini," tukas SBY.
Berita Terkait
-
Malu dengan Negara Lain, SBY Minta Telegram Penghinaan Presiden Dievaluasi
-
Sedih, Janji Glenn Fredly ke Fadli Zon Ini Tak Pernah Kesampaian
-
Hina Presiden Kini Dibui, Tweet Lama Jubir Jokowi soal Pidato Sampah Viral
-
Pernah Jadi Aktivis, Fadli Zon Sayangkan Aksi Aliansi BEM Jakarta Bersuara
-
AIl Desak Kapolri Cabut Surat Telegram Represif Berkedok Corona
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?