Suara.com - Amnesty International, organisasi pemerhati hak asasi manusia (HAM), mendesak 16 negara Asia untuk bersatu dan bekerja sama dalam menyelamatkan dan melindungi para pengungsi Rohingya yang saat ini, di tengah pandemi virus corona COVID-19, terombang-ambing di laut.
Desakan tersebut disampaikan melalui Surat Terbuka Amnesty International yang ditujukan kepada pemerintah Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Singapura, Timor-Leste, Thailand, Sri Lanka dan Vietnam.
“Pemerintah negara-negara di kawasan harus menyusun dan mengimplementasikan kebijakan perlindungan terhadap pengungsi dan imigran yang sesuai dengan hukum internasional. Negara-negara di kawasan juga punya tanggung jawab untuk melindungi hak asasi mereka,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam rilis yang diterima Suara.com.
Bangladesh sudah mengambil tindakan kemanusiaan untuk membantu etnis Rohingya yang dibayangi kematian di tengah laut. Kapal-kapal Rohingya yang terombang-ambing dilautan ditarik kapal-kapal militer dan dibawa ke pulang Bhasan Chan.
Di pulau tersebut ratusan pengungsi Rohingya diberikan perlindungan dan dikarantina untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19 yang tengah melanda dunia.
Akan tetapi, berdasarkan informasi yang diterima Amnesty International, ada sekitar 800 orang yang diyakini penduduk Rohingya-- yang terdiri dari laki-laki, perempuan dan anak-anak-- masih berada di beberapa kapal kecil dan terdampar di perairan antara Bangladesh dan Malaysia.
Para pengungsi tersebut sempat ditolak memasuki batas wilayah perbatasan oleh masing-masing pemerintah kedua negara itu dengan alasan pencegahan penyebaran virus COVID-19.
Penolakan terhadap para pengungsi Rohingya untuk menepi bertentangan dengan komitmen yang disepakati oleh negara-negara di kawasan yang tertera dalam Deklarasi ASEAN 2010 dan Deklarasi Bali 2016. Dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut, negara-negara kawasan berjanji untuk bekerja sama dalam penyelamatan imigran.
“Deklarasi Bali dibentuk oleh negara-negara kawasan untuk mencegah terulangnya tragedi kapal Rohingya pada 2015. Jadi, inilah saatnya untuk menunjukkan komitmen tersebut,” jelas Usman.
Baca Juga: Peneliti: Ada Korelasi Jelas antara Vitamin D dan Kematian Akibat Covid-19
“Selain itu, seluruh kebijakan dan langkah yang diambil terkait masalah kesehatan dan pandemik COVID-19 tidak boleh bersifat diskriminatif dan melanggar HAM. Penularan virus COVID-19 tidak boleh dijadikan alasan untuk menolak dan mengusir para penduduk Rohingya yang hendak menepi. Itu sama saja dengan memaksa merek untuk tetap berada di kapal, sementara hal tersebut dapat membahayakan kesehatan mereka. Ada potensi pelanggaran terhadap hak mereka untuk kesehatan dan hak untuk hidup,” sambungnya.
Etnis Rohingya merupakan komunitas Muslim minoritas yang telah mengalami diskriminasi dan persekusi sistematis di Myanmar, serta menjadi korban kejahatan kemanusiaan.
Pemerintah Myanmar, tidak mengakui etnis Rohingya sebagai etnis resmi dan bagian dari negarai itu. Akses dan hak etnis Rohingya atas kewarganegaraan ditutup oleh pemerintah setempat, yang berdampak pada sulitnya mendapat akses kesehatan dan kecukupan makanan.
Sejak Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, yang telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine Utara di Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap etnis tersebut.
Riset Amnesty International menemukan bahwa situasi yang dialami oleh etnis Rohingya termasuk dalam kategori diskriminasi etnis dan penyerangan terhadap mereka oleh pihak militer Myanmar merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) mewajibkan negara-negara untuk memberikan bantuan bagi mereka yang mengalami kesulitan saat berada di laut. Semua negara wajib memberikan bantuan pada orang-orang yang ditemukan di laut dalam kondisi hilang, bahaya dan berada dalam kesulitan.
Berita Terkait
-
Akhrirnya! PSSI Hubungi Timur Kapadze: Mau Melatih Timnas Indonesia?
-
4 Pelatih Ini Masih Punya Kontrak dengan Klub dan Timnas, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia?
-
Daftar Pemain Timnas Thailand U-22 untuk SEA Games 2025 Jadi Sorotan, Kabar Baik untuk Indonesia
-
Timur Kapadze Enggan Jadi Asisten Fabio Cannavaro, Terbuka jika Timnas Indonesia Berminat
-
Bukan Wawancara Pelatih Timnas, Timur Kapadze Ungkap Tujuannya Datang ke Indonesia
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
KPK Selidiki Korupsi Google Cloud, Kuasa Hukum Bantah Nadiem Makarim Terlibat
-
Kemenpar Dukung Pesta Diskon Nasional 2025: Potongan Harga 20-80 Persen!
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak