Suara.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjawab soal adanya potensi kecurangan calon petahana atau incumbent dalam Pilkada serentak 2020. Saan menyebut, incumbent bisa saja melakukan kampanye terselubung dengan memanfaatkan momen pandemi Covid-19.
Menurut Saan, kekhawatiran tersebut sudah menjadi perbincangan dan pertimbangan sebelum akhirnya DPR dan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU menyepakati pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020.
Saan mengemukakan, mengenai calon petahana yang merupakan kepala daerah sudah dijamin oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Tito, disebut Saan, menjamin bakal menindak tegas para kepala daerah yang curang saat kembali bertarung dalam Pilkada 2020.
"Mendagri memberikan penegasan kepada kami bahwa mereka yang terang-terangan atau terselubung, kan sudah ada yang kejadian yang di Jateng. Mendagri memberikan jaminan selain memberikan pengawasan ketat juga tidak akan segan memberikan sanksi kepada kepala daerah incumbent yang menggunakan bansos untuk kepentingan politiknya," ujar Saan kepada wartawan, Kamis (28/5/2020).
Sebelumnya, mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan potensi pemanfaatan bantuan sosial bagi warga terdampak Covid-19 menjadi alat kampanye kepala daerah yang juga calon petahana dalam Pilkada serentak 2020 bisa saja terjadi.
Ia mencotohkan kasus Bupati Klaten Sri Mulyani yang memasang stiker bergambar dirinya di bantuan hand sanitizer yang kemudian dibagikan ke warga. Menurutnya praktik seperti itu yang kemudian bisa dimanfaatkan petahana atau incumbent sebagai alat kampanye.
"Bupati Klaten hanya salah satu contoh, karena saya pernah bikin satu-dua kali soal itu, misalnya banyak bantuan datang dibungkus dengan nama incumbent. Itu sebenarnya bukan lagi wacana, tapi itu kampanye sudah terjadi dengan dana bantuan Covid-19 yang sedang berjalan," kata Laode dalam diskusi online Pilkada 2020 Bertaruh Nyawa, Kamis (27/5/2020).
Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan itu mengemukakan, salah satu potensi yang dapat ditimbulkan apabila pilkada tetap dilaksanakan di masa pandemi ialah keuntungan bagi calon petahana.
Para calon petahana yang sekarang masih menjabat kepala daerah bisa saja memanfaatkan momen pandemi untuk melakukan kampanye terselubung.
Baca Juga: Eks Pimpinan KPK Ingatkan Potensi Kampanye Terselubung Petahana di Pilkada
"Berikutnya, yang berhubungan dengan biaya kampanye. Itu bisa diambil dari semua anggaran belanja daerah, bisa dijadikan sebgai alat biaya kampanye terselubung incumbent. Saya kira itu yang selalu harus kita suarakan bersama. Di samping yang utama faktor risiko kesehatan yang harus kita perhatikan betul-betul," ujar Laode.
Pandangan serupa dikemukakan Ketua NETFID Indonesia Dahlia Umar. Ia menilai pelaksanakan tahapan pilkada serentak hingga nanti pemungutan suara pada 9 Desember 2020 hanya menguntungkan incumbent.
Sebab, penyelenggaraan pilkada tersebut dilakukan di masa pandemi Covid-19, di mana calon incumbent memiliki peluang lebih untuk lebih dekat dengan pemilih. Apalagi, jika ada calon petahana yang mengambil kesempatan dari kesempitan dengan memanfaatkan momen pandemi sebagai ajang pencitraan.
"Bagaimana incumbent bisa mempolitisasi proses masa pandemi ini untuk kepentingan pencitraan dirinya. Jadi seluruh pengambilan kebijakan, seluruh penyaluran bansos itu bisa saja menjadi alat kampanye terselubung para calon incumbent yang itu lagi-lagi mencederai aspek keadilan dalam kontestasi atau persaingan yang sehat," tutur Dahlia dalam diskusi online 'Pilkada 2020 Bertaruh Nyawa' pada Kamis (28/5/2020).
Berita Terkait
-
Eks Pimpinan KPK Ingatkan Potensi Kampanye Terselubung Petahana di Pilkada
-
DPR dan Pemerintah Sepakat Pilkada Serentak Digelar 9 Desember 2020
-
Pilkada Serentak 9 Desember, Mendagri Didukung Kemenkes dan Gugus Tugas
-
Komnas HAM Desak Jokowi Keluarkan Perppu Penundaan Pilkada Serentak 2020
-
Komisi II Setuju Pilkada Serentak Ditunda, Jadi 9 Desember 2020
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO