Suara.com - Ramainya pemberitaan soal diskusi yang membahas tentang pemberhentian Presiden di tengah pandemi membuat banyak yang bertanya: apakah bisa seorang Presiden diberhentikan karena penanganan krisis pandemi?
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan tentang tata cara pemberhentian Presiden dari jabatannya karena persoalan penanganan pandemi.
"Tergantung syarat yang terpenuhi. Bukan pandeminya, tapi apakah ada perbuatan hukumnya yaitu slot pelanggaran hukum berat, slot perbuatan tercela, dan slot tidak lagi memenuhi syarat," jelas Refly saat menjadi narasumber di acara Sarita yang ditayangkan kanal YouTube realita TV pada Senin, (1/6/2020).
Selain tiga syarat itu, Refly juga menambahkan poin tambahan yang disebutnya cukup memengaruhi proses pemakzulan presiden, yaitu konstelasi politik.
"Selain slot itu, ada juga konstelasi politik. Selama konstelasi politiknya masih in favor kepada Presiden, maka presiden tidak akan pernah jatuh. Tapi kalau konstelasi politiknya seperti tahun 2001 seperti yang dialami Abdurrahman Wahid, maka bisa terjadi," jelas Refly.
Ketika disinggung mengenai kemungkinan adanya pemakzulan presiden oleh sebuah diskusi daring, Refly meragukannya.
"Tapi Presiden rasanya enggak mungkin jatuh hanya karena sebuah diskusi webinar," kata Refly.
Lebih lanjut, Refly menjelaskan bahwa dalam sebuah webinar yang disebut membahas tentang "Persoalan Pemecatan Presiden ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan" itu merupakan bentuk kebebasan pendapat.
"Tapi ada satu yang penting di situ. yaitu isu kebebasan berpendapat melalui lisan dan tulisan," kata Refly lagi.
Baca Juga: Tak Terima Disebut Makar, Guru Besar UII Laporkan Dosen UGM
Mantan staf khusus Menteri Sekretaris Negara Pratikno ini kemudian menjelaskan adanya perbedaan level tentang kebebasan berpendapat dalam tata negara selama masa Orde Baru dan Reformasi.
Ia menjelaskan bahwa dahulu hanya orang-orang tertentu yang boleh mengutarakan pendapatnya. Namun sekarang sudah berbeda.
"Dulu zaman orde baru kita mengenal yang namanya otonomi kampus, kebebasan akademik, dan kebebasan mimbar akademik yang dimiliki profesor atau dosen yang berpengaruh. Sekarang dengan adanya jaminan konstitusional, pasal 28 e ayat 3 dan 28 i ayat 1, kita sudah enggak perlu lagi semua itu karena sudah diangkat ke level konstitusional bukan lagi di undang-undang," papar Refly.
"Kebebasan itu bukan hanya milik guru besar tetapi milik semua rakyat Indonesia, jadi siapa pun bisa bebas berpendapat dan tidak boleh dicegah selama tidak melanggar hukum," tandas Refly Harun.
Berita Terkait
-
Refly Harun Bongkar Syarat Menjatuhkan Presiden, 'DPR Jadi Kunci Awal'
-
Ade Armando Sebut Din Syamsuddin Dungu, Tengku Zul Minta UI Beri Teguran
-
Disesalkan Nama Muhammadiyah Dicatut dalam Diskusi Pemakzulan Presiden
-
Panitia Diskusi FH UGM Diteror, DPR: Aparat Harus Segera Tangkap Pelakunya!
-
Eks TNI Tuntut Presiden Mundur, Sudirman Said: Ini Gejala Demokrasi Biasa
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
FSGI: Pelibatan Santri dalam Pembangunan Musala Ponpes Al Khoziny Langgar UU Perlindungan Anak
-
Dugaan Korupsi Chromebook: Petinggi Perusahaan Teknologi Dipanggil Jaksa, Ternyata Ini Alasannya
-
FSGI Kecam Rencana Perbaikan Ponpes Al Khoziny Pakai Dana APBN: Lukai Rasa Keadilan Korban!
-
Krisis Politik di Madagaskar Memanas, Presiden Rajoelina Sebut Ada Upaya Kudeta Bersenjata
-
Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Para Petinggi BUMN Ini Mulai Diselidiki Kejagung
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi
-
GIPI Soroti Pungutan Wisman dalam Revisi UU Kepariwisataan: Industri Wisata Bisa Terdampak
-
Momen Tepuk Sakinah Wali Kota Tegal Bikin Jokowi Ngakak, Nikahi Gadis Solo dengan Saksi Presiden
-
Mendorong Pertumbuhan Industri Halal yang Inklusif dan Berdaya Saing di ISEF 2025
-
Driver Ojol Ditemukan Tewas di Rumahnya, Warga Cium Bau Tak Sedap dari Dalam Kamar