Suara.com - Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mempertanyakan alasan Gubernur Jakarta Anies Baswedan sampai mengeluarkan diskresi demi mereklamasi Taman Impian Jaya Ancol. Menurutnya, tak ada hal yang mendesak sehingga diskresi harus dilakukan.
Diketahui diskresi adalah keputusan yang diambil secara sepihak oleh seorang pejabat publik. Diskresi yang dilakukan Anies, kata Yayat, terlihat dari salah satu dari tiga rujukan hukum Anies dalam menerbitkan perizinan reklamasi Ancol, yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurut Yayat, diskresi boleh dilakukan pejabat daerah ketika ada kekosongan hukum, atau ketidakjelasan. Situasi ini membuat pemimpin terpaksa mengambil diskresi demi berjalannya roda pemerintahan.
"Ini diskresi atas nama diskresi yang bagaimana ini? Diskresi itu dibolehkan jika terjadi kekosongan hukum. Terjadi ketidakjelasan. Terjadi kepentingan yang sangat strategis, kepentingan besar," ujar Yayat saat dihubungi suara.com, Jumat (17/7/2020).
Yayat menyebut situasi harus mengeluarkan diskresi tak terjadi dalam proyek reklamasi Ancol. Terlebih lagi seharusnya mengenai penambahan wilayah, ada aturan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Sementara perluasan kawasan Ancol 120 hektare tidak ada di Perda RDTR tahun 2014 yang masih berlaku. Hanya ada penambahan wilayah untuk perluasan Dufan atau Pulau K seluas 35, hektare.
Diskresi yang diambil Anies, kata Yayat, justru melanggar Perda karena penambahan daratan dilakukan semena-mena. Padahal sebelum ada penambahan tata ruang, harus ada kajian mendalam hingga kesepakatan bersama DPRD.
"Jangan sampai diskresi melanggar aturan hukum yang ada. Artinya kalau diakresi itu dibuat dengan melanggar Perda itu enggak boleh," katanya.
Selain itu, diskresi ini menjadi contoh yang tidak baik bagi para Kepala Daerah penerus Anies nantinya. Bisa saja mereka main mengeluarkan diskresi demi melanjutkan proyek reklamasi.
Baca Juga: Bantah Anies Ingkar Janji Reklamasi Ancol, Haikal Hassan: Itu Ulah Buzzer
"Nanti Kepala Daerah selanjutnya pengen lanjutin reklamasi yang 17 pulau ya tinggal diskresi saja," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Gus Miftah Sebut Anies Baswedan Ahli Sunah Tulen: Jangan Ragukan Amalnya
-
Anies Bisa Dipenjara 5 Tahun karena Reklamasi Ancol Tak Sesuai Perda
-
Waduh! Anies Sebut 66 Persen Kasus Baru Positif Corona di DKI Tanpa Gejala
-
Gubernur Anies: Jumlah Pasien Covid-19 yang Bergejala Berat Berkurang
-
Pasien di RS Meningkat karena Corona, Jadi Alasan Anies Perpanjang PSBB
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Peradilan Militer Dinilai Tidak Adil, Keluarga Korban Kekerasan Anggota TNI Gugat UU ke MK
-
Ria Ricis dan Selebriti Pandu Shopee Live Superstar, Jumlah Produk Terjual Naik Hingga 16 Kali
-
5 Kali Sufmi Dasco Pasang Badan Bela Rakyat Kecil di Tahun 2025
-
Kelola Sendiri Sampah MBG, SPPG Mutiara Keraton Solo di Bogor Klaim Untung hingga 1.000 Persen
-
Di Hadapan Kepala Daerah, Prabowo Ingin Kelapa Sawit Jamah Tanah Papua, Apa Alasannya?
-
Komnas Perempuan: Situasi HAM di Papua Bukan Membaik, Justru Makin Memburuk
-
Jaksa Agung: KUHP-KUHAP Baru Akan Ubah Wajah Hukum dari Warisan Kolonial
-
15 WN China Serang TNI di Area Tambang Emas Ketapang: 5 Fakta dan Kondisi Terkini
-
LBH: Operasi Militer di Papua Ilegal dan Terstruktur Sistematis Sejak 1961
-
YLBHI: Kekuasan Polri di Ranah Sipil Mirip ABRI Zaman Orde Baru