News / Metropolitan
Rabu, 16 September 2020 | 15:15 WIB
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana. [Suara.com / Fakhri Fuadi Muflih]

Suara.com - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait dengan penarikan rem darurat masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota menuai pro dan kontra dari sejumlah kalangan.

Sejak keputusan ini diumumkan pada Rabu (9/9/2020) silam, beberapa pihak langsung buka suara dan melempar kritik.

Pasalnya, keputusan penarikan rem darurat tersebut dianggap tidak disertai dengan koordinasi secara menyeluruh.

Salah satu kritikan datang dari William Aditya Sarana, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (15/9/2020), Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI ini mengkritisi keputusan Anies Baswedan yang dinilai tidak disertai dengan matangnya koordinasi.

Politisi muda ini membuka gagasannya dengan mengatakan bahwa kekompakan adalah kunci bagi negara kesatuan seperti Indonesia. Oleh sebab itu, koordinasi dirasa menjadi sebuah kebutuhan yang penting dan mendesak.

Tangkapan Layar Video WIlliam Aditya PSI di Indonesia Lawyers Club (YouTube/Indonesia Lawyers Club).

"Koordinasi sudah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan," ungkap William.

Melihat langkah Anies Baswedan tempo hari, William meyakini bahwa keputusan yang diambil Gubernur DKI tersebut pasti dilakukan tanpa koordinasi terlebih dahulu.

"Dilakukan tanpa koordinasi yang serius. Saya menilai dari apa yang dikatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil," tuturnya.

Baca Juga: Dua Hari PSBB DKI, 10 Perusahaan Ditutup Sementara

William menyinggung pernyataan Ridwal Kamil soal koordinasi yang ternyata baru dilaksanakan usai Anies mengumumkan bahwa DKI Jakarta menarik rem darurat PSBB.

"Mengatakan bahwa prescon yang pertama hari Rabu, terus koordinasinya baru dilaksanakan sesudahnya, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu secara intens," tegas William.

Menurut Politisi PSI ini, hal tersebut menyiratkan bahwa tidak adanya koordinasi menyeluruh yang dilakukan oleh Anies.

"Artinya kan tidak ada koordinasi ketika melakukan prescon yang pertama," jelasnya.

William lantas menganalogikan Jakarta layaknya sebuah mobil yang berjalan paling depan.

Menurutnya, sebelum mobil paling depan menarik rem darurat, maka seharusnya lebih dahulu memberikan aba-aba atau tanda baik berupa klakson atau lampu sign agar kendaraan lain bisa bersiap.

Load More