Suara.com - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan uji materi ke Mahkamah Konstitus merupakan cara yang tepat dilakukan jika masyarakat keberatan dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Saya membayangkan uji materi merupakan jalan yang paling pas, karena uji materi menjadi ajang pembuktian dan pada saat yang sama dilakukan tekanan publik. Apapun pilihan tekanan publik sepanjang tidak melanggar hukum dan protokol kesehatan," ujar Zainal dalam pernyataan sikap bersama pada (Antara, Rabu 7 Oktober 2020), menyikapi gelombang protes dari masyarakat.
Tetapi, menurut pendapat Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain yang menjadi banyak kalangan yang merasa pesimistis dengan Mahkamah Konstitusi.
"Masalahnya banyak pihak dan rakyat tidak percaya pada Mahkamah Konstitusi. Nanti hanya diterima gugatan beberapa pasal. Pasal-pasal lain jalan terus. Padahal keinginan sudah jelas tolak UU Cipta Kerja," kata Tengku dalam pernyataan yang disampaikan melalui media sosial yang dikutip Suara.com, Kamis (8/10/2020).
Tengku sendiri meragukan hakim konstitusi benar-benar bisa memutuskan perkara dengan adil bagi masyarakat kecil.
"Ratusan anggota DPR RI dan pihak penguasa saja meloloskan Undang-Undang Cipta Kerja (omnibus law). Apakah 9 hakim MK bisa diharapkan memahami kehendak kaum buruh dan rakyat? Entahlah," kata Tengku.
Aktivis hak asasi manusia yang ikut menolak UU Cipta Kerja, Veronica Koman, menilai jalur Mahkamah Konstitusi bukan memecahkan masalah. "Ke Mahkamah Konstitusi bukan solusi, mereka udah selangkah di depan," katanya.
Menurut Veronica Koman omnibus law adalah manifestasi oligarki. Bagi dia, satu-satunya jalan untuk melawannya ialah dengan people power. "Dukung penuh kekuatan rakyat di jalan," kata Veronika Koman
Jika keadaan sekarang diibaratkan permainan catur, menurut Veronica, pemain caturnya handal. "Di Mahkamah Konstitusi ketemunya mereka lagi," katanya dengan menggunakan #TolakOmnibusLaw.
Baca Juga: Puan: Keterlibatan Pekerja Dibutuhkan untuk Memperinci UU Cipta Kerja
Tuntutan demonstran adalah agar Presiden Joko Widodo mencabut UU Cipta Kerja atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
Zainal menambahkan jika dilihat dari konteks UU, UU tersebut dibuat dengan cara tidak melibatkan partisipasi publik.
Dalam penyusunan UU tersebut, kata dia, sama sekali tidak melibatkan publik karena di dalamnya ada 79 UU dan lebih dari 1.200 pasal itu dikerjakan dengan 60 kali pertemuan.
"Proses pengayaan wacana di dalamnya tidak ada, padahal 11 klaster yang ada memiliki logika dan paradigma yang berbeda. Bagaimana digabung dalam satu konteks dan dilakukan secara cepat," tambah dia.
Kemudian, lanjutnya, dalam penyusunan UU tersebut tidak ada transparansi. Publik tidak mendapatkan apa-apa dari penyusunan itu. Selain itu, sebagian lembaga negara tidak mendapatkan berkas, tapi tiba-tiba sudah ada di DPR.
"Kita tidak bisa mengakses sama sekali. Padahal, partisipasi dan sosialisasi tidak bisa dilepaskan dari konteks penyusunan aturan," tuturnya.
Selain itu, penyusunan UU Cipta Kerja tidak melibatkan pemangku kepentingan yang terkait. Penyusunannya hanya dilakukan oleh orang-orang terpilih yang mendukung UU tersebut.
"Belum lagi keterlibatan internal DPR yang tidak memenuhi ketentuan tata tertib. Bisa dibayangkan bagaimana saat paripurna, masing-masing anggota DPR tidak memegang draftnya," katanya.
Dia menjelaskan setelah UU tersebut diproses persetujuan, biasanya dikembalikan ke pemerintah untuk diperbaiki pasal-pasalnya. Pada proses itu terjadi penambahan proses.
Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harjanti mengatakan melalui proses uji materi di Mahkamah Konstitusi dapat dibuktikan apakah UU tersebut konstitusional atau inkonstitusional.
"UU Ciptaker ini punya masalah, dari aspek formil maupun subtansi," kata Susi.
Sementara itu, menurut Ketua DPR Puan Maharani DPR telah melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hingga disetujui menjadi undang-undang pada 5 Oktober 2020.
Dia mengatakan pembahasannya pun dilakukan transparan dan terbuka serta dapat disaksikan masyarakat melalui siaran langsung di laman DPR.
Untuk mengakomodasi aspirasi kelompok pekerja, kata Puan, DPR membentuk tip Perumus bersama kelompok pekerja yang merasa belum diakomodasi pemerintah.
"UU Cipta Kerja tidak hanya bertujuan menarik investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia, melainkan juga untuk memperluas lapangan kerja yang baik," katanya.
Dia menegaskan bahwa DPR akan mengawasi penerapan UU Cipta Kerja agar tetap mengutamakan kepentingan rakyat.
Menurut dia, apabila undang-undang itu dinilai belum sempurna, maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan undang-undang tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat undang-undang tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa undang-undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," ujarnya.
Berita Terkait
-
Geger Boven Digoel: MK Tolak Gugatan, Ijazah SMA Jadi Sorotan di Pilkada 2024!
-
MK Lanjutkan Sengketa Pilkada Papua dan Barito Utara ke Tahap Pembuktian
-
Erick Siap Jalankan Putusan MK yang Larang Wamen Jadi Pejabat BUMN
-
Pesta Usai! Palu MK Getok Wamen Rangkap Jabatan, Diberi Waktu 2 Tahun untuk Lepas Kursi Komisaris
-
MK Haramkan Wamen Jadi Komisaris BUMN, Ini 3 Alasan Krusial di Baliknya
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
-
KPK Bongkar Peringkat Koruptor: Eselon dan DPR Kejar-kejaran, Swasta Nomor Berapa?
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgub Jakarta?
Terkini
-
Soal Usulan TGPF Demo Rusuh Agustus, Menko Yusril: Keputusan di Tangan Presiden Prabowo!
-
5 Privilege Jadi Member ShopeeVIP yang Bikin Belanja Online Naik Level
-
Kena Getahnya, Megawati Masih Jadi Saksi Usai Asetnya Disita Kejagung di Kasus TPPU Bos Sritex
-
Pamulang Diguncang Ledakan, Puslabfor Polri Turun Tangan, 7 Korban Dilarikan ke Rumah Sakit!
-
CEK FAKTA: Anies Baswedan Siap Gantikan Prabowo Jadi Presiden, Heboh di Medsos!
-
Pramono Anung Bicara Kasus Campak di Jakarta, Ada Peningkatan?
-
Kejagung Umumkan Pengambilalihan Lahan Sawit Ilegal, Luasannya Lebih Besar dari Pulau Bali
-
LPDP Panen Kritik: Persyaratan Berbelit, Data Penerima Tidak Transparan?
-
KPK Dalami Pesan WhatsApp Soal Persekongkolan Tersangka Kasus JTTS
-
Desak Rombak UU Pemilu, Yusril Sebut Kualitas DPR Merosot Akibat Sistem Pemilu yang Transaksional