Suara.com - Sebuah rumah berarsitektur era kolonial berdiri tegak di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta. Di sinilah tempat lebih dari 700 pemuda dari berbagai daerah berkumpul pada 28 Oktober 1928 untuk menghadiri Kongres Pemuda kedua.
Rumah ini sejatinya adalah rumah indekos sejumlah pemuda yang belakangan berperan penting dalam sejarah Indonesia.
Beberapa di antara mereka adalah Ketua Kongres Pemuda II, Sugondo Djojopoespito; Muhammad Yamin, perumus naskah atau ikrar Sumpah Pemuda; hingga salah satu pentolan Partai Komunis Indonesia, Amir Syarifuddin.
- Siapa Laksamana Maeda, perwira Jepang yang disebut berperan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia?
- Sumpah Pemuda 90 tahun: Apa yang bisa dibanggakan dari bahasa Indonesia?
- Apa peran Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin dalam sejarah Indonesia?
- Sumpah pemuda keturunan Arab 1934: Puncak pencarian identitas
Seringnya para pemuda berinteraksi memunculkan gagasan untuk mendiskusikan masa depan bangsa di bawah penjajahan Belanda. Dari situlah mereka punya inisiatif untuk mengadakan Kongres Pemuda pertama pada 1926, lantas kongres kedua pada 1928 yang melahirkan tiga ikrar.
"Setelah rumah kos ini mulai ditinggali oleh Muhamad Yamin, Amir Syarifudin, dan Soegondo Djojopuspito mereka itu mendirikan perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia atau PPPI," kata Eko Septian Saputra, kurator Museum Sumpah Pemuda.
Eko menjelaskan rumah di Jalan Kramat Raya 106 itu dijadikan kantor PPPI mulai tahun 1926.
"Banyaknya perkumpulan, aktivitas, diskusi kebangsaan di sini, dari situlah mereka punya inisiatif bagaimana masa depan bangsa yang di bawah penjajahan Belanda itu dengan mengadakan Kongres Pemuda I. Kongres Pemuda I ini merupakan cikal bakal adanya Kongres Pemuda kedua 1928," kata Eko.
Berkumpulnya para pemuda menimbulkan risiko bagi mereka maupun sang pemilik rumah kos, yakni seorang Tionghoa bernama Sie Kong Lian.
Pasalnya, para intel pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu gencar mengawasi gerakan pembangkangan.
Baca Juga: Aksi Pemuda di Kalbar, Sumbar, Maluku Merawat Ikrar 28 Oktober 1928
"Bayangkan pemuda-pemuda di sini diskusi seharian soal kebangsaan. Seandainya itu Sie Kong Lian sudah merasa membahayakan dirinya, mungkin dia inisatif, diusir saja para pemuda itu, tapi ternyata tidak kan, nyatanya Sie Kong Lian memberi ruang buat para pemuda untuk tinggal, berdiskusi, dan semuanya leluasa begitu saja," kata Eko.
Saat masih hidup, Sie Kong Lian tinggal di rumahnya yang terletak di Jalan Senen Raya, sekitar 800 meter dari rumah kos di Jalan Kramat Raya 106.
Kini rumah tersebut dijadikan tempat praktek cucu dan cicitnya yang berprofesi sebagai dokter. Saya mengunjungi rumah itu dan bertemu dengan Yanti Silman, cucu Sie Kong Lian.
"Kakek saya hidup dan meninggal di rumah ini. Dia meninggal tahun 1954. Kakek saya dulu usaha jual beli kasur kapuk, tokonya ada di lokasi yang sekarang jadi Segitiga Senen.
Dia juga punya banyak kos-kosan, salah satunya di Jalan Kramat Raya 106. Sebelum meninggal, rumah itu diwariskan, dibagi ke anak-anaknya," kata Yanti Silman.
Di museum, tidak ada satu pun foto Sie Kong Lian yang terpasang. Pihak museum berdalih, selama ini kehilangan jejak Sie Kong Lian dan keluarganya. Beberapa informasi dan foto-foto yang selama ini beredar di internet pun tidak akurat.
"Beberapa foto yang memang saat itu banyak beredar di internet, itu informasinya cukup menyesatkan. Kenapa? Karena memang yang dipublikasikan itu bukan Sie Kong Lian. Parahnya malah, foto yang dipublikasikan itu adalah foto pengusaha salah satu bank kenamaan, yaitu Liem Sioe Liong," kata Eko.
Kesalahan fatal di internet itulah, yang akhirnya membuat keturunan Sie Kong Lian mulai bergerak, 2018 lalu. Keluarga mulai mengumpulkan bukti, dan akhirnya menemukan berkas asli untuk ditunjukkan kepada pihak museum, bahwa mereka adalah keturunan Sie Kong Lian.
"Jadi kita coba bongkar, di Jalan Senen Raya 40, rumah Sie Kong Lian yang dulu. Ada satu kotak penyimpanan.
"Ternyata masih ada, kebetulan akta waris. Di dalam akta waris itu, menyatakan bahwa Kramat Raya 106, alias Museum Sumpah Pemuda ini memang diwariskan kepada tiga anak Sie Kong Lian ini," kata cicit Sie Kong Lian, Christian Silman.
Pihak museum menyatakan, di Badan Pertanahan Nasional atau BPN, sertifikat bangunan Museum Sumpah Pemuda masih atas nama Sie Hok Liang atau Dr Yuliar Silman, salah satu anak dan ahli waris dari Sie Kong Lian.
Yanti Silman adalah anak dari Sie Hok Liang atau Dr Yuliar Silman, yang punya hak waris atas bangunan museum itu.
"Yang terakhir, kita tahu dari ayah, Sie Kong Lian berpesan bahwa rumah itu jangan dijual. Itu saja. Jadi ayah kita berpesan ke kita, itu rumah (museum) kita hibahkan ke negara," kata cucu Sie Kong Lian, Yanti Silman.
"Kita ingin ada satu tempat atau ruangan, di mana ada foto kakek saya yang dipajang. Ini sebenarnya untuk sejarah. Biarpun saya lahir sebagai etnis Tionghoa, tapi saya tetap orang Indonesia. Supaya dikenang lah," tambahnya.
Peran etnis Tionghoa dalam Sumpah Pemdua sejatinya tidak berhenti pada Sie Kong Lian, sang pemilik pondokan.
Sejarah mencatat terdapat empat pemuda peranakan Tionghoa yang menghadiri Kongres Pemuda kedua. Mereka adalah Kwee Thiam Hong, Oey Kay Siang, John Liauw Tjoan Hok, dan Tjio Djin Kwie.
Di luar Kongres Pemuda II, surat kabar berbahasa Melayu-Tionghoa, Sin Po, yang pertama kali memuat teks dan notasi lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman pada 10 November 1928.
Berita Terkait
-
Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan
-
Ketika DN Aidit dan Petinggi PKI Khusyuk Berdoa...
-
Negara Indonesia Ternyata Sudah 6 Kali Ganti Nama
-
Mengapa PKI Tidak Dibubarkan Soekarno Bahkan Setelah G30S? Ini 5 Alasannya
-
Sandur, Seni Tradisional yang Pernah Dicap PKI, Kini Bangkit dari Bayang-Bayang G30S
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
Terkini
-
Waspada Game Online Terafiliasi Judol Ancam Generasi Muda, Aparat Didesak Bertindak Tegas
-
'Nanti Diedit-edit!' Arsul Sani Pamer Ijazah S3 Asli, Tapi Takut Difoto Wartawan
-
Seribu Keluarga Lulus Jadi PKH, Gubernur Ahmad Luthfi Dorong Kemandirian Warga
-
Apresiasi Kejujuran, KPK Undang 6 Siswa SD Penemu Ponsel untuk Podcast Antikorupsi
-
Dituduh Pakai Ijazah Palsu, Hakim MK Arsul Sani Buka Suara: Nanti Diedit-edit, Saya Pusing
-
Dituduh Palsu, Hakim MK Arsul Sani Pamerkan Ijazah Berikut Transkrip Nilainya: Ini yang Asli!
-
International Parade Marching Carnival Sukses Digelar, Jember Siap Jadi Pusat Event Berskala Dunia
-
Duka dari Banjarnegara: Longsor Pandanarum Telan 2 Korban, 27 Warga Masih Hilang Tertimbun
-
Gebrakan Prabowo: Uang Koruptor Disulap Jadi Smartboard untuk Tiap Kelas, Maling Bakal Dikejar!
-
Program Prioritas Presiden Dinilai Berpihak pada Daerah, Tamsil Linrung Soroti Tantangan Lapangan