Suara.com - Berikut ini salah satu contoh pasal karet UU ITE yang perlu diketahui. UU ITE menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini. Ia minta kepada DPR untuk merevisi Undang Undang Informasi Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Jokowi berharap pasal-pasal karet yang berbuntut saling lapor ke aparat kepolisian minta dihapus. Pernyataan itu disampaikan Jokowi lewat akun Instagram pribadinya, @jokowi, Selasa (16/2/2021).
"Kalau tidak bisa memberikan rasa keadilan, saya akan meminta DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ITE ini. Pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak agar dihapuskan," kata Jokowi seperti dikutip Suara.com.
Untuk diketahui, istilah pasal karet digunakan untuk menyebut sebuah pasal atau Undang-Undang yang dianggap tidak memiliki tolok ukur yang jelas. Di Indonesia sendiri, Pasal-Pasal berlaku yang dianggap sebagai Pasal Karet di antaranya adalah Pencemaran Nama Baik, Penistaan Agama, Undang-Undang Lalu Lintas, dan UU ITE.
Sejak disahkan pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 21 April 2008 lalu, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi senjata utama untuk memidanakan seseorang.
Lantas, apa sebenarnya yang membuat banyak orang bisa terjerat kasus ITE? Pertama, masyarakat sudah tahu UU ITE, tapi tidak bisa menerjemahkan secara benar. Yang kedua, pemerintah kurang maksimal memberi literasi dan sosialisasi UU ITE.
Makanya, UU ITE Nomor 19 dinilai sampai saat ini belum bisa membedakan mana yang menjadi korban dan mana yang menjadi pelaku pelanggaran UU tersebut.
Banyaknya jumlah kasus ternyata dipengaruhi oleh Pasal-Pasal Karet yang memungkinkan setiap individu atau kelompok melaporkan pihak tertentu. Pasal Karet itu di antaranya adalah Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE.
Pasal 27 UU ITE
Baca Juga: PPP: Jokowi Minta UU ITE Direvisi Balas Kritik yang Disoal JK
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Dr Syamsuddin Radjab SH MH menyebutkan bahwa keberadaan Pasal 27 dalam UU ITE sudah melenceng dari tujuan awal pembentukan UU ITE.
Pasal ini dianggap sebagai Pasal Karet karena semua orang bisa masuk melaporkan, sehingga sekarang sudah ada satu profesi yaitu tukang lapor. Pasal 27 UU ITE bahkan lebih berat hukumannya dibandingkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
UU ITE Dianggap Bersifat Multitafsir
Dari berbagai kritik terhadap UU ITE, tampak bahwa Undang-Undang ini dalam beberapa hal masih dianggap kurang menjamin kepastian hukum. Beberapa perumusan bersifat multitafsir (karet) sehingga dapat mengganggu kebebasan berekspresi (opini, kritik) di era demokrasi melalui Facebook, Twitter, Youtube, messenger (SMS, Whatsapp, dan juga BBM).
Selain itu, UU ITE cenderung memicu perselisihan warga masyarakat yang dengan mudah melaporkan kepada penegak hukum dan menambah sumber konflik antara penguasa dan anggota masyarakat. Beberapa Pasal dianggap merupakan duplikasi dari aturan KUHP.
Selanjutnya, ada kesan UU ITE di satu pihak mengandung unsur perlindungan, tetapi juga mengandung ancaman dan juga mengakibatkan keresahan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Bui di Kasus Korupsi PT Taspen, Hukuman Uang Pengganti Fantastis!
-
Kapuk Over Populasi, Lurah Sebut Petugas Sampai Kerja di Akhir Pekan Urus Kependudukan
-
Ada dari Bekasi dan Semarang, Tim DVI Identifikasi 7 Jasad Korban Ponpes Al Khoziny, Ini Daftarnya
-
Jokowi Absen di HUT TNI karena Tak Boleh Kena Panas, Kondisi Kesehatannya Jadi Gunjingan
-
Geger Sidang Ijazah Gibran: Tuntutan Rp125 T Bisa Dihapus, Syarat Minta Maaf dan Mundur dari Wapres
-
PHRI: Okupansi Hotel Merosot, Terhentinya Proyek IKN Buat Kaltim Paling Terdampak
-
BNPB Klaim Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny sebagai Bencana dengan Korban Terbanyak 2025
-
Jerat Adik Jusuf Kalla Jadi Tersangka, Polri Usut Dugaan Pencucian Uang Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar
-
Hakim MK Soroti Gugatan UU Pers: Digugat Iwakum, Dijawab Mantan Jurnalis di Pemerintahan
-
Profil Halim Kalla Tersangka Korupsi PLTU: Adik Jusuf Kalla, Pionir Bioskop Digital-Mobil Listrik