Suara.com - Pekerja Migran Indonesia (PMI) Wilfrida Soik akhirnya pulang ke rumahnya di Nusa Tenggara Timur/NTT pasca terbebas dari ancaman hukuman mati di Malaysia.
Wilfrida diantar oleh Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI, Andy Rachmianto ke Kupang dan langsung disambut oleh Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi pada Jumat (21/5/2021).
"Mewakili Kemlu untuk serah terima warga NTT yang terbebas dari hukuman mati kepada Wakil Gubernur NTT di Kupang sebagai bentuk kehadiran negara dan diplomasi perlindungan WNI di luar negeri," kata Andy.
Banyak pihak terlibat cukup panjang mengadvokasi kasus ini. Direktorat PWNI Kemenlu, Kedubes Indonesia di Malaysia, anggota DPR, Migrant Care Malaysia Alex Ong, sejumlah tokoh hingga pemerintah daerah.
LSM Migrant Care, salah satu lembaga yang mengawal kasus ini sejak awal juga mengapresiasi kinerja pemerintah yang telah melindungi Wilfrida selamat dari hukuman mati hingga pulang ke NTT hari ini.
"Selamat datang di tanah air Wilfrida Soik, akhirnya pulang ke tanah air setelah perjalanan kasus cukup panjang," kata Kepala Studi dan Kajian Migrasi Migrant Care Anis Hidayah.
Diketahui, Wilfrida dibebaskan dari tuduhan pembunuhan terhadap majikannya oleh Pengadilan di Malaysia pada 25 Agustus 2015 silam. Pembebasan dari tuduhan ini diputuskan oleh Mahkamah Rayuan Putrajaya Malaysia, berlangsung sidang banding atas kasus ancaman hukuman mati terhadap Wilfrida Soik.
Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan di Mahkamah Rayuan Putrajaya, Malaysia akhirnya mencabut tuntutan banding terhadap vonis bebas Wilfrida.
Hal ini tentu memperkuat putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Tinggi Kota Bahru pada 7 April 2014 lalu. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga: Disambut Isak Tangis, Pekerja Migran Asal Cianjur Meninggal di Arab Saudi
Meski sudah bebas sejak 2015, Wilfrida masih harus menunggu surat pengampunan dari Sultan Kelantan selama hampir 6 tahun. Setelah menunggu bertahun-tahun, akhirnya hari ini Wilfrida bisa pulang.
Wilfrida yang saat itu belum genap berusia 18 tahun merasa jengkel kerap diperlakukan kasar oleh sang majikan, ia dianggap membela diri dari penyiksaan sehingga tidak dijatuhi hukuman mati. Dia pun disidangkan berdasarkan undang-undang perlindungan anak dan korban dari jeratan sindikat perdagangan manusia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
Regulasi Terus Berubah, Penasihat Hukum Internal Dituntut Adaptif dan Inovatif
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre