Suara.com - Amsterdam menjadi yang pertama menyampaikan permemintaan maaf atas peran historis dalam perbudakan yang dilakukan Belanda di masa lalu, termasuk di Indonesia.
"Sudah waktunya untuk mengukir ketidakadilan besar perbudakan kolonial ke dalam identitas kota kami. Dengan hati yang besar dan pengakuan tanpa syarat," kata Walikota Amsterdam Femke Halsema saat upacara di Oosterpark, disadur dari Anadolu Agency Jumat (2/7/2021).
Pada puncak kerajaan kolonial, Belanda memiliki wilayah penjajahan lain seperti Pulau Curacao di Karibia, Afrika Selatan dan Indonesia.
Khususnya di Indonesia, Perusahaan Hindia Timur Belanda yang disebut VOC bermarkas pada abad ke-17 silam hingga 300 tahun lamanya.
Halsema menyebut bahwa Provinsi Holland, yang mencakup Amsterdam, menjadi 'pemain utama dalam perdagangan dan eksploitasi budak-budak'.
"Provinsi Belanda adalah pemain utama dalam perdagangan dan eksploitasi orang-orang yang diperbudak. Pada abad ke-18, 40% pertumbuhan ekonomi didasarkan pada perbudakan," kata Halsema, dikutip dari Deutch Welle.
"Dan di Amsterdam, hampir semua orang mendapatkan uang berkat koloni Suriname," sebutnya, mengutip Dewan Kota yang merupakan co-owner dan co-administrator koloni.
Rantai Putus
Menteri Dalam Negeri Kajsa Ollongren juga menghadiri upacara Keti Koti tersebut, sebuah peringatan penghapusan perbudakan di Suriname dan Antillen Belanda.
Baca Juga: Jack Miller Diperlakukan Tak Adil di MotoGP Belanda 2021, Begini Reaksi Bos Ducati
Keti Koti, yang berarti "Rantai Putus", juga menjadi peringatan penghapusan perbudakan di koloni Belanda di Suriname dan Antillen Belanda pada 1 Juli 1863.
Perwakilan partai DENK di dewan kota, Eduard Mangal berpendapat bahwa permintaan maaf itu menjadi contoh bagi lembaga negara lainnya, termasuk pemerintah.
Setelah kematian George Floyd, dan gerakan Black Lives Matter di seluruh dunia, Perdana Menteri Mark Rutte mengakui bahwa rasisme adalah masalah di Belanda. Namun menolak untuk meminta maaf atas peran negaranya dalam perbudakan.
Sebaliknya, pemerintahnya membentuk sebuah panel untuk memulai dialog tentang dampak perbudakan pada masyarakat Belanda modern.
"Sejarah tidak dapat diputar kembali," kata ketua Dagmar Oudshoorn dalam ringkasan temuan panel.
"Namun mungkin untuk menyatakan niat bahwa ketidakadilan historis ini ... yang konsekuensi buruknya masih dirasakan hari ini, dikoreksi sejauh mungkin, untuk menjadikannya titik awal kebijakan," kata Oudshoorn.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
Terkini
-
Said Didu Bongkar 5 Kedaulatan RI yang 'Dirampas' Jokowi demi Oligarki Selama Satu Dekade
-
Dulu Besi Tangganya Dicuri, Kini Kabel CCTV JPO Daan Mogot Ditemukan Putus
-
Kemendagri Monitor Pengiriman Bantuan 101.000 Lembar Pakaian untuk Korban Bencana di Aceh
-
Banjir Sumatra Picu Risiko Penyakit Menular, Kemenkes Dorong Imunisasi Darurat
-
OTT 9 Orang Termasuk Jaksa di Banten, KPK Juga Amankan Uang Rp 900 Juta
-
Noel Siap Jalani Sidang Kasus K3, Penampilan Peci dan Sorban Jadi Sorotan
-
Sikapi Pembunuhan Anak Kadernya di Cilegon, DPP PKS Desak Polisi Usut Tuntas dan Transparan
-
PKS Kutuk Keras Pembunuhan Sadis Anak Kadernya di Cilegon: Setiap Anak Punya Hak Hidup!
-
Babak Baru Kasus Pembunuhan Kacab Bank BUMN, 15 Tersangka Segera Disidang!
-
KPK Tangkap Jaksa di Banten, Sinyal Keras Perang Korupsi Antar Aparat?