Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pandemi telah mengajarkan dalam hal mencari keseimbangan gas dan res. Kebijakan gas dan rem pun diklaim Jokowi diambil pemerintah demi kepentingan kesehatan dan perekonomian.
"Pandemi telah mengajarkan kepada kita untuk mencari titik keseimbangan antara gas dan rem, keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan perekonomian. Dalam mengambil keputusan, pemerintah harus terus merujuk kepada data, serta kepada ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru," ujar Jokowi dalam pidato Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung MPR, Senin (16/8/2021).
Sehingga pemerintah harus selalu tanggap terhadap perubahan keadaan, dari hari ke hari secara cermat. Jokowi menyebut tujuan dan arah kebijakan tetap dipegang secara konsisten.
Namun strategi dan manajemen lapangan harus dinamis menyesuaikan permasalahan dan tantangan. Tak hanya itu, ia menuturkan terkait pengetatan dan pelonggaran mobilitas, misalnya harus dilakukan paling lama setiap minggu dengan merujuk kepada data terkini.
Jokowi menilai hal tersebut sering dianggap sebagai kebijakan yang berubah-ubah, atau sering dibaca sebagai kebijakan yang tidak konsisten.
"Mungkin hal ini sering dibaca sebagai kebijakan yang berubah-ubah, atau sering dibaca sebagai kebijakan yang tidak konsisten. Namun kata Jokowi pengetatan mobilitas tersebut harus dilakukan pemerintah demi kepentingan kesehatan dan perekonomian masyarakat. Mengingat adanya mutasi virus covid-19, sehingga penanganan Covid juga harus berubah," kata dia.
"Justru itulah yang harus kita lakukan, untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dan kepentingan perekonomian masyarakat. Karena virusnya yang selalu berubah dan bermutasi, maka penanganannya pun harus berubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi."
Berita Terkait
-
Beri Bintang Jasa Utama ke Eurico Guterres, PBHI: Jokowi Seperti Menjilat Ludah Sendiri
-
Respons Pernyataan Jokowi, YLKI Desak Pemerintah Usut Dugaan Kartel Harga Tes PCR
-
Jokowi Pidato Kenegaraan di MPR, Megawati, SBY, JK hingga Boediono Cuma Nonton Via Daring
-
Jokowi Turunkan Harga PCR Maksimal Rp 550.000, Epidemiolog: Mahal, Harusnya Rp 150.000
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO