Suara.com - Dalam situasi pandemi wabah Covid-19, pekerja di sektor perempuan kerap -- barangkali sering -- berada dalam situasi yang serba tidak menentu. Meski hantu bernama Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa menyasar siapa saja, tapi ada hal-hal yang kemudian merugikan sektor buruh -- khususnya buruh perempuan.
Direktur YLBHI, Asfinawati dalam diskusi virtual bertajuk "Pekerja Perempuan di Tengah Krisis dan Perubahan Teknologi" menyatakan, ada beberapa hal yang sangat merugikan buruh perempuan. Ihwal PHK, buruh perempuan kerap menjadi pihak yang lebih dulu terkena kebijakan tersebut.
Ada sejumlah alasan yang dihimpun oleh YLBHI bersama LBH Jakarta. Salah satunya, perempuan dianggap bukan penopang keluarga -- sehingga kerap menjadi pihak yang lebih dulu terkena PHK.
"Ada buruh perempuan yang didahulukan, bahkan dia merasa didahulukan diberhentikan daripada buruh laki-laki dengan alasan perempuan tidak akan menolak dan kedua dia bukan penopang utama keluarga," kata Asfinawati, Selasa (24/8/2021).
Asfinawati menyatakan, hal itu berakar dari adanya Undang-Undang Perkawinan yang salah satu poinnya berbicara soal perempuan adalah ibu rumah tangga. Artinya, apa yang terjadi pada perempuan di sektor pekerjaam tidak terlepas dari adanya Undang-Undang tersebut.
"Itu sebetulnya berakar dari UU Perkawinan yang mengatakan perempuan adalah ibu rumah tangga. Apa yang terjadi di dunia kerja punya kaitan dengan UU Perkawinan," jelas dia.
Pekerja Rumahan
Pandemi Covid-19 memaksa sebagian buruh -- khususnya perempuan -- menjadi pekerja rumahan alias bekerja dari rumah. Seolah-olah, kata Asfinawati, hal itu berlaku umum dan seakan-akan mengharuskan kaum buruh bisa menjadi pekerja rumahan.
Merujuk pada data yang dihimpun YLBHI dan LBH Jakarta, sebagian besar buruh yang menjadi pekerja rumahan adalah perempuan. Bagi Asfinawati, hal itu adalah masalah soal keamanan kepastian kerja dan juga hak-hak yang layak.
Baca Juga: Jarang jadi Isu Demonstrasi, Buruh KSBSI: Kaum Perempuan Bersuaralah!
Sebagai contoh, dalam konteks pekerja rumahan, buruh harus membawa pekerjaannya ke rumah. Artinya, ada ongkos lebih yang harus dikeluarkan, yakni listrik, air dan sebagainya.
Dengan kata lain, buruh justru mensubsidi perusahaan untuk keperluan produksi. Sebab, selama ini banyak perusahaan yang tidak memikirkan hal tersebut.
"Listrik, air, itu tidak disediakan perusahaan dan mereka yang sebetulnya memberikan subsidi untuk hal-hal ongkos produksi itu," beber Asfinawati.
Soal kontrak kerja, lanjut Asfinawati, buruh perempuan mempunyai masalah yang lebih rumit. Contohnya, ketika disodori kontrak kerja, banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi, misalnya berjanji untuk tidak menikah bahkan hamil.
Asfinawati menilai, hal itu sangat jelas berhubungan dengan hak untuk bereproduksi. Apalagi, dalam Omnibus Law - Cipta Kerja, cuti untuk hamil waktunya juga hanya sebentar.
"Mereka -- buruh perempuan -- biasanya disodori kontrak untuk berjanji tidak menikah dan atau tidak hamil. Ini ada irisan lagi dengan hak reproduksi perempuan. Pasti mikirnya rugi ya perusahaan," ujar dia.
Berita Terkait
-
Jarang jadi Isu Demonstrasi, Buruh KSBSI: Kaum Perempuan Bersuaralah!
-
Kunjungi Purbalingga, Kapolda Jateng Minta Buruh Taat Prokes Meski Sudah Divaksin
-
Utamakan Perlindungan Buruh, LKS Tripartit Nasional Dukung Pemerintah Atasi Dampak Pandemi
-
Buruh Se-Soloraya Jalani Vaksinasi Covid-19, Kapolri: Bertahap Akan Terus Kami Tambah
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
Terkini
-
Operasi Senyap KPK di Banten, Lima Orang Terjaring OTT Semalam
-
Waspada Cuaca Ekstrem, Distamhut DKI Pangkas 69 Ribu Pohon Rawan
-
Polisi Gadungan Bersenpi Peras Korban di ATM Pondok Gede, Motor dan Uang Rp 4,2 Juta Raib!
-
Jimly Asshiddiqie Sebut Cuma Ada Tiga Pejabat Berwenang yang Bisa Batalkan Perpol 10/2025
-
Pengembang Dibuat 'Panas Dingin', Apa Alasan Sebenarnya KDM Setop Sementara Izin Perumahan di Jabar?
-
Lumpur Setinggi 2 Meter Mustahil Disingkirkan? Ini Solusi Manfaatkan Kayu Gelondongan Sisa Banjir
-
Kemensos Siapkan Jaminan Hidup Korban Bencana Sumatra Selama 3 Bulan
-
Kubu Roy Suryo Ungkap Detik-detik 'Penyusup' Kepergok Masuk Ruang Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi
-
Prabowo Kunjungan di Sumatra Barat, Tinjau Penanganan Bencana dan Pemulihan Infrastruktur
-
Viral Tumpukan Sampah Ciputat Akhirnya Diangkut, Pemkot Tangsel Siapkan Solusi PSEL