Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan proses alih status pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 sehingga tetap konstitusional.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan di gedung MK Jakarta, Selasa.
Putusan tersebut diambil oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap anggota, Aswanto, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, Manahan M.P. Sitompul, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai anggota.
Putusan tersebut menjawab gugatan Nomor 34/PUU-XIX/2021 yang diajukan oleh Muh Yusuf Sahide selaku Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia.
Dalam petitumnya, Yusuf Sahide meminta agar MK menyatakan dua pasal di UU No 19 tahun 2019 tentang KPK bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua pasal tersebut adalah pasal 69B ayat (1) yaitu "Pada saat UU ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak UU ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Serta pasal 69C yang berbunyi "Pada saat UU ini mulai berlaku, Pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Yusuf Sahide berharap agar majelis MK mengubah kedua pasal tersebut menjadi "Pada saat UU ini mulai berlaku, Pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini mulai berlaku diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan 1. Bersedia menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan 2. Belum memasuki batas usia pensiun sesuai ketentuan perundang-undangan".
Alasan pemohon adalah karena frasa "dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan" dalam pasal 69B dan 69C dimanfaatkan secara salah karena menggunakan TWK sebagai seleksi dan bagi pegawai yang tidak lolos TWK akan mengakibatkan pemberhentian pegawai KPK sehingga menimbulkan kerugian konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Baca Juga: Jumlah Kepala Daerah 'Maling' Uang Rakyat di Jatim Tertinggi Se-Indonesia
Namun, hakim MK menolak dalil-dalil yang diajukan pemohon bahwa pemberlakuan TWK telah mengakibatkan terlanggarnya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
"Menurut Mahkamah, pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tidaklah dimaksudkan untuk menjamin seseorang yang telah menduduki jabatan apapun tidak dapat diberhentikan dengan alasan untuk menjamin dan melindungi kepastian hukum," ungkap hakim MK.
Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang adil serta adanya perlakuan yang sama dalam arti setiap pegawai yang mengalami alih status mempunyai kesempatan yang sama menjadi ASN dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Artinya, ketentuan yang terdapat dalam pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C UU 19/2019 bukan hanya berlaku bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK.
"Oleh karena itu menurut Mahkamah, ketentuan a quo tidak mengandung ketentuan yang bersifat diskriminasi. Adanya fakta bahwa ada beberapa pegawai KPK yang tidak lolos TWK bukanlah persoalan konstitusionalitas norma," tutur hakim.
Selanjutnya terkait dalil pemohon yang menyatakan bahwa mekanisme TWK juga telah melanggar Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, menurut hakim MK juga tidak tepat karena hak untuk bekerja sangat berkaitan langsung dengan hak untuk mencari nafkah, hak untuk mempertahankan hidup dan hak untuk hidup sejahtera lahir batin.
Berita Terkait
-
Jumlah Kepala Daerah 'Maling' Uang Rakyat di Jatim Tertinggi Se-Indonesia
-
10 Tahun Diburu Kejati DKI, KPK Tangkap Hasan Buronan Kasus Korupsi di Minimarket
-
Nasdem Masih Mau Dampingi Hukum Bupati Probolinggo dan Suami Asal Minta Lewat "Bahu"
-
Pimpinan KPK Langgar Etik Berat tapi Dihukum Ringan, PKS: KPK Makin Menyedihkan
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Semangat Hari Pahlawan, PLN Hadirkan Cahaya Bagi Masyarakat di Konawe Sulawesi Tenggara
-
Diduga Rusak Segel KPK, 3 Pramusaji Rumah Dinas Gubernur Riau Diperiksa
-
Stafsus BGN Tak Khawatir Anaknya Keracunan karena Ikut Dapat MBG: Alhamdulillah Aman
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi
-
Muhammad Rullyandi Sebut Polri Harus Lepas dari Politik Praktis, Menuju Paradigma Baru!
-
Hari Pertama Operasi Zebra 2025, Akal-akalan Tutup Plat Pakai Tisu Demi Hindari ETLE
-
Anak Legislator di Sulsel Kelola 41 SPPG, Kepala BGN Tak Mau Menindak: Mereka Pahlawan