Suara.com - Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menilai penyampaian kritik yang dilakukan oleh Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi bukan sesuatu hal yang pantas mendapatkan sanksi. Karenanya ia menganggap kalau proses pemberian amnesti harus segera dilakukan demi melindungi hukum serta keadilan di Tanah Air.
Saiful Mahfdi harus merasakan dinginnya tembok penjara sebab dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. Padahal ia hanya menyampaikan kritik di grup Whatsapp internal USK tentang hasil tes CPNS dosen Fakultas Teknik di kampus tempatnya bekerja. Ia bahkan harus mendapatkan tiga bulan hukuman penjara.
"Di kasus ini, kalau kita telusuri, kita punya keyakinan yang sama bahwa ini sebenarnya jelas bukan sebuah proses pidana yang wajar. Bukan hal yang pantas disanksi," kata Zainal dalam sebuah konferensi pers secara virtual, Rabu (6/10/2021).
Zainal menganggap upaya pemberian amnesti untuk Saiful Mahdi itu bukan hanya memperjuangkan melindungi kebebasan akademik, tetapi juga untuk melindungi hukum serta keadilan.
Proses pemberian amnesti sejauh ini sudah sampai ke tangan DPR sebagai pemberi pertimbangan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujuinya. Ia melihat ada kebutuhan yang sebetulnya mendesak dari pemberian amnesti tersebut.
"Ini bukan soal berapa hari dipidana, tapi ini persoalan kebebasan akademik dan persoalan hukum yang wajar. Itulah mengapa kemudian harusnya ada percepatan," tuturnya.
Ia mencontohkan pada kasus Baiq Nuril di mana proses pemberian amnestinya begitu cepat. Kalau misalkan kondisinya sama, maka Zainal menganggap seharusnya Saiful Mahdi juga bisa diperlakukan sama seperti Baiq Nuril.
"Artinya kalau diperlakukan dengan cara yang relatif sama, proses itu sebenarnya bisa cepat diambil."
Amnesti Jokowi
Baca Juga: LBH Aceh Desak DPR RI Segera Putuskan Soal Amnesti Saiful Mahdi
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju untuk memberikan amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi. Namun proses amnesti masih berlanjut dengan meminta pertimbangan ke DPR RI.
Sebelum Jokowi memberikan amnesti, Mahfud telah berkomunikasi dengan istri Saiful Mahdi serta pengacaranya pada 21 September 2021. Setelah itu ia melangsungkan rapat dengan pimpinan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan pimpinan Kejaksaan Agung.
"Saya katakan kita akan mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi. Lalu tanggal 24 saya lapor ke Presiden, dan bapak Presiden setuju untuk memberikan amnesti," kata Mahfud di Jakarta, Selasa (5/10/2021).
Surat presiden sendiri sudah dikirimkan ke DPR RI pada 29 September 2021. Dalam surat itu, Jokowi meminta pertimbangan terkait amnesti yang diberikan untuk Saiful Mahdi.
Langkah Jokowi tersebut mengikuti aturan Pasal 14 Ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 di mana Presiden harus mendengarkan DPR terlebih dahulu apabila mau memberikan amnesti dan abolisi.
"Nah, sekarang kita tinggal menunggu, dari DPR apa tanggapannya, karena surat itu mesti dibahas dulu oleh Bamus, lalu dibacakan di depan Sidang Paripurna DPR, jadi kita tunggu itu. Yang pasti, dari sisi pemerintah, prosesnya sudah selesai," ujarnya.
Berita Terkait
-
LBH Aceh Desak DPR RI Segera Putuskan Soal Amnesti Saiful Mahdi
-
Mahfud MD: Presiden Setuju Beri Amnesti ke Saiful Mahdi, Prosesnya Tinggal di DPR
-
Ditagih Keadilan Untuk Dosen USK Saiful Mahdi, Mahfud MD: Kita Usahakan Amnesti
-
ELSAM Minta DPR dan Pemerintah Lanjutkan Proses Revisi UU ITE
-
Dibui karena UU ITE, Dosen USK Aceh Bakal Mengajar dari Dalam Penjara
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri