Suara.com - Alexander Neville, remaja asal California, Amerika Serikat memesan pil yang ia pikir oxycodone, atau obat penahan nyeri di Snapchat.
Namun, beberapa hari kemudian ia mendapat perawatan untuk penyalahgunaan narkoba.
Ibunya, Amy Neville mengatakan pil yang ia dapatkan ternyata palsu dan dicampur dengan kandungan fentanil.
"Alexander meminum satu pil yang kemudian membunuhnya karena mengandung centanil yang bisa membunuhnya dan empat orang lainnya," katanya kepada program radio PM milik ABC.
Fentanil adalah opioid sintetik yang masuk ke dalam obat terlarang yang butuh resep dengan kekuatan seratus kali dari morfin.
Alexander, yang berusia 14 tahun, ditemukan meninggal di kamar tidurnya.
Ibunya mengatakan ia kemungkinan meninggal sebelum pukul 10 pagi.
Amy menjelaskan jika putranya tersebut sudah terbuka dengannya soal mencoba-coba obat-obatan dan memesannya di Snapchat.
"Alexander sebenarnya penakut," ujarnya.
Baca Juga: Bayaran Pakai Bitcoin, Begini Cara PNS di Riau Jual Narkoba 'Kertas Dewa'
"Tetapi kemudahan untuk mendapatkannya dan terkesan sangat normal, para pengedar obat-obatan ini mempromosikan jika mereka memiliki obat-obatan yang sah, ini membuatnya terlalu mudah."
Di Amerika Serikat semakin banyak orang tua yang kehilangan anak mereka karena overdosis setelah memesan narkoba di Snapchat.
Amy menghitung ada 427 kematian 'overdosis' di kawasan Orange County.
Ia juga sudah bertemu dengan pemimpin Snapchat dan menuntut perusahaan tersebut agar melarang penjualan obat di jejaring sosial tersebut.
Perdagangan obat-obatan keras yang butuh resep semakin berkembang karena teknologi. Penjualnya juga berpindah dari situs-situs gelas ke aplikasi jejaring sosial.
Semudah memesan pizza
Di Australia, penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Narkoba dan Alkohol Nasional menunjukkan 70 persen anak muda yang disurvei menggunakan jejaring sosial untuk membeli narkoba.
Ganja adalah yang paling populer, diikuti oleh pil 'MDMA' atau ekstasi.
Monica Barratt dari RMIT University di Melbourne adalah pakar obat-obatan di dunia digital, sekaligus peneliti.
"Ketika kita bertanya, 'Mengapa Anda menggunakan aplikasi daripada situs gelap?' Mereka akan berkata, 'Ini lebih cepat. Saya bisa mendapatkan obat lebih cepat karena ini sifatnya pertukaran langsung.'
"Para pengedar akan menampilkan video-video dari obat-obatan ini. Mereka akan membuka bungkusnya atau menunjukkan seperti apa obat itu dari aspek yang berbeda."
Tapi tidak hanya berhenti di video saja.
Fitur 'Location' di Snapchat digunakan untuk mengirim menu kepada calon pembeli, yang kemudian akan menghilang setelah dilihatnya. Ada juga kode, jenis huruf, dan emoji tertentu yang memberikan kode kepada calon pembeli jika akun mereka menjual narkoba.
Salah satu orang tua yang kehilangan anak mereka karena 'overdosis' mengatakan memesan narkoba di jejaring sosial semudah memesan pizza.
Kepala komunikasi Snapchat, Rachel Racusen, mengatakan perusahaannya berkomitmen untuk menemukan, kemudian menghapus akun pengedar narkoba.
"Dalam beberapa bulan terakhir, kami terus memperkuat machine-learning kami, untuk secara proaktif mendeteksi aktivitas terkait narkoba, kemudian bekerja dengan DEA [Administrasi Penegakan Narkoba] dan para pakar lainnya untuk terus memperbarui upaya ini, seiring dengan berkembangnya perilaku ini, " dia berkata.
Tim operasi penegakan hukum Snapchat di Australia juga mengatakan sudah memberikan data kepada Polisi Federal Australia untuk membantu penyelidikan penjualan obat-obatan keras dan terlarang di Snapchat.
Pakar kejahatan dunia maya dari University of New South Wales, Richard Buckland ada kesulitan untuk mengatasi masalah ini.
"Saya bukannya dengan perusahaan teknologi," kata Profesor Richard.
"Saya tidak ingin ada undang-undang yang nantinya akan mengatakan setiap kali polisi datang minta data, kemudian mereka harus memberikannya."
"Tapi saya pikir perusahaan teknologi harus memiliki orang-orang yang mau terlibat, harus ada upaya yang dilakukan agar membuat mereka sangat termotivasi untuk membantu memecahkan masalah ini."
Apa yang dilakukan perusahaan jejaring sosial?
Snapchat sekarang menjalankan kampanye yang ditargetkan untuk mendidik penggunanya soal fentanil.
Tetapi Amy ingin Snapchat dan jejaring sosial lainnya menginvestasikan uang untuk beriklan atau berkampanye di platform lainnya, seperti papan reklame dan iklan TV.
Dia ingin komite transparansi eksternal untuk mengevaluasi upaya Snapchat, bersama dengan orang tua yang kehilangan anak karena pengedar narkoba di Snapchat.
Amy masih akan terus mendorong Snapchat untuk berbuat lebih banyak lagi demi melarang penjualan obat-obatan di aplikasinya, tapi menuntut perusahaan besar juga ada dampaknya.
"Suatu malam saya sedang duduk depan komputer, ada sebuah artikel berita muncul tentang [CEO Snapchat] Evan Spiegel yang baru saja membeli rumah senilai $ 100 juta dan menyebut Snapchat memiliki tahun terbaiknya," katanya.
"Saya ke sebelah komputer saya, ada foto anak saya dan saya langsung sedih," jelas Amy.
"Saya menangis tak karuan. Yang bisa saya pikirkan adalah Snapchat memiliki tahun terbaik mereka, membeli rumah senilai $ 100 juta, tetapi kematian akibat narkoba mencetak rekor tertinggi, kejahatan online juga ada di rekor tertinggi.
"Bagaimana ini bisa terjadi saat anak-anak kita meninggal?"
Laporan ini dirangkum dan diterjemahkan oleh Erwin Renaldi dari laporannya dalam bahasa Inggris
Berita Terkait
- 
            
              Bayaran Pakai Bitcoin, Begini Cara PNS di Riau Jual Narkoba 'Kertas Dewa'
- 
            
              Pesan Shah Rukh Khan Buat Aryan Khan di Tahun 1997 Silam Viral: Boleh Pakai Narkoba
- 
            
              Oknum Satpol PP Ditangkap Polisi, Diduga Edarkan Ganja
- 
            
              ASN Kirim Narkoba Dalam Buku di Bandara Pekanbaru, Transaksi Pakai Bitcoin
- 
            
              7 Potret Transformasi Aryan Khan, Anak Shah Rukh Khan yang Tersandung Kasus Narkoba
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
- 
            
              Harga Emas Hari Ini Turun: Antam Belum Tersedia, Galeri 24 dan UBS Anjlok!
- 
            
              5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
- 
            
              Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
- 
            
              Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
- 
            
              3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
Terkini
- 
            
              Prabowo di Hari Sumpah Pemuda: Jangan Takut Bermimpi Besar, Indonesia Tak Akan Pernah Kalah!
- 
            
              Dukung Kreator & UMKM, Shopee Hadirkan Pengalaman Belanja Baru Bersama Meta
- 
            
              Viral Mandor TKA Dikeroyok di Morowali, Arogan Jadi Pemicu? Ini 4 Faktanya
- 
            
              Gus Ipul Tegaskan Stiker Miskin Inisiatif Daerah, Tapi Masalahnya Ada 2 Juta Data Salah Sasaran
- 
            
              Mengapa Myanmar dan Kamboja Bukan Negara Tujuan Kerja yang Aman? Ini Penjelasan Pemerintah
- 
            
              Misteri Grup WA Terjawab: Kejagung Bantah Najelaa Terlibat Skandal Chromebook
- 
            
              DPD RI Gelar DPD Award Perdana, Apresiasi Pahlawan Lokal Penggerak Kemajuan Daerah
- 
            
              Program Learning for Life, Upaya Kemenpar Perkuat Pemberdayaan Masyarakat Pariwisata
- 
            
              Ada 4,8 Juta Kelahiran Setahun, Menkes Budi Dorong Perbanyak Fasilitas Kesehatan Berkualitas
- 
            
              Menkes Budi: Populasi Lansia di Jakarta Meningkat, Layanan Kesehatan Harus Beradaptasi