News / Nasional
Kamis, 18 Desember 2025 | 17:08 WIB
Ilustrasi tumpukan sampah di flyover Ciputat, Tangerang Selatan. [Suara.com/Aldie]
Baca 10 detik
  • Gunungan sampah viral di Ciputat akibat TPA Cipeucang lumpuh sementara.
  • Tangsel defisit 250 ton sampah setiap hari, sistem pengelolaan rapuh.
  • Solusi PSEL masih jauh, partisipasi warga memilah sampah jadi kunci.

Suara.com - Di bawah bentangan beton megah Flyover Ciputat, sebuah pemandangan horor terhampar selama berhari-hari. Bukan kemacetan, melainkan gunungan sampah setinggi bahu orang dewasa yang meluber hingga ke badan jalan.

BAU busuk yang menyengat memaksa pengendara menutup rapat jendela mobil, sementara air lindi hitam pekat mengalir, mencemari aspal.

Foto-foto "lautan sampah" di jantung Kota Tangerang Selatan ini dengan cepat menjadi viral. Memicu amarah dan pertanyaan; bagaimana bisa sebuah kota modern membiarkan bom waktu ekologis ini meledak di depan mata warganya?

Permintaan maaf dari pemerintah kota telah dilontarkan dan puluhan truk dikerahkan. Namun, insiden ini bukanlah sekadar masalah keterlambatan pengangkutan. Tumpukan sampah di Ciputat adalah gejala dari sebuah "penyakit kronis" dalam sistem tata kelola sampah Tangsel yang akhirnya menunjukkan wujud paling parahnya.

Ilustrasi--Tumpukan sampah menggunung di kolong Tol Jakarta. (Suara.com/Fakhri Fuadi)

'Pemadam Kebakaran' di Tengah Lautan Sampah

Menghadapi tekanan publik yang masif, Pemerintah Kota Tangerang Selatan akhirnya bergerak. Wakil Wali Kota, Pilar Saga Ichsan, tampil di depan publik menyampaikan permohonan maaf.

"Kami mohon maaf atas nama Pemerintah Kota Tangerang Selatan atas ketidaknyamanan selama ini," ujarnya baru-baru ini.

Permintaan maaf itu diikuti oleh serangkaian langkah darurat yang terkesan seperti "pemadaman kebakaran". Sebuah Satuan Tugas Khusus (Satgasus) dibentuk, dan belasan truk tambahan dikerahkan untuk membersihkan tumpukan liar.

Namun, dengan lumpuhnya arteri utama—TPA Cipeucang yang sedang diperbaiki—sampah-sampah itu terpaksa dialihkan sementara ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang kapasitasnya terbatas.

Baca Juga: Pramono Anung Tantang Gen Z Jakarta Atasi Macet dan Sampah, Hadiahnya Jalan-Jalan ke New York

Akar Masalah: Defisit Ratusan Ton Setiap Hari?

Di balik permintaan maaf itu, terungkap data krusial yang menjadi akar masalah. Kota Tangerang Selatan setiap hari memproduksi sampah antara 1.200 hingga 1.300 ton.

Infografis krisis sampah di Tangerang Selatan. [Suara.com/Aldie]

Sementara itu, armada Dinas Lingkungan Hidup hanya mampu mengangkut sekitar 1.050 ton per hari. Artinya, bahkan dalam kondisi normal, ada defisit harian sekitar 250 ton sampah yang tidak terangkut. Ini adalah bom waktu yang terus berdetak setiap hari.

Defisit inilah yang menjelaskan mengapa tumpukan sampah bisa 'meledak'. Selama ini, selisih sampah itu menumpuk secara bertahap di depo-depo transit.

Ketika TPA Cipeucang ditutup sementara, sistem yang sudah rapuh ini pun kolaps total. Truk tak bisa membuang muatan, dan sampah akhirnya meluap ke ruang publik seperti di bawah Flyover Ciputat.

Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menilai kondisi ini diperparah oleh cuaca.

Load More