Suara.com - Krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19 di sejumlah taman wisata gajah Bali menarik perhatian media internasional.
Al Jazeera pada Kamis (7/10/2021), mewartakan kondisi gajah-gajah di sejumlah taman dalam keadaan sengsara, bahkan disebut tinggal kulit dan tulangnya saja.
Dalam artikel ‘Just skin and bones’: Bali elephants left to starve, media yang berbasis di Dubai tersebut menyoroti kondisi gajah di Bali yang sedang kelaparan.
Salah satunya adalah gajah-gajah yang berada di Bali Elephant Camp (BEC), setengah jam berkendara ke utara Ubud.
Pada tahun 2005, BEC bergabung dengan program konservasi satwa liar Kementerian Kehutanan untuk merawat gajah Sumatra yang terancam punah.
Sebuah studi tahun 2007 oleh World Wildlife Fund menemukan hanya ada 2.400 gajah Sumatra yang tersisa di alam liar. Jumlahnya diperkirakan sudah berkurang setengahnya akibat perburuan liar, konflik manusia-gajah, dan penggundulan hutan.
Antara tahun 1980 dan 2005, 67 persen dari potensi habitat gajah Sumatra hilang. Dan hewan tersebut masuk dalam daftar 'sangat terancam punah' pada tahun 2012.
Gajah yang hidup di BEC berasal dari pusat penangkaran yang didirikan 30 tahun lalu di Sumatra. Sebagai imbalan, gajah-gajah itu ditempatkan di tempat-tempat wisata yang sudah mengantongi izin.
Sebelum pandemi, bisnis pariwisata gajah ini sangat menguntungkan. BEC sendiri mengenakan biaya Rp 320.000 untuk naik gajah selama setengah jam untuk dua orang.
Baca Juga: Jelang Timnas Indonesia vs Taiwan, Pelatih Bali United Puji Kualitas Yabes Roni
Kelahiran tiga bayi gajah selama 15 tahun terakhir menunjukkan BEC tidak hanya memenuhi tetapi juga melebihi persyaratan kesejahteraan hewannya.
Namun, kondisinya kini berubah sangat drastis. Seorang dokter hewan satwa liar pada bulan Mei membagikan foto secara eksklusif kepada Al Jazeera yang menunjukkan jika mereka kekurangan gizi.
"Anda tidak dapat membayangkan seekor gajah kurus sampai Anda melihatnya," ungkap Femke Den Haas, dokter hewan dari Belanda yang telah bekerja untuk melindungi satwa liar di Indonesia selama 20 tahun, kepada Al Jazeera.
"Mereka adalah hewan besar dan Anda tidak seharusnya melihat tulang mereka. Tapi itulah mereka, hanya kulit dan tulang." ungkapnya.
Bantuan Pemerintah
Haas mengunjungi tempat wisata tersebut sebagai mitra Badan Konservasi Sumber Daya Alam Bali (BKSDA).
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri