"Mereka berkomitmen untuk mengatasinya melalui tindakan percepatan masing-masing dalam dekade kritis tahun 2020-an," kata dokumen itu.
Cina dan AS adalah dua penghasil emisi terbesar di dunia dan bersama-sama menyumbang hampir 40 persen dari semua polusi karbon.
AS mengatakan pihaknya berencana mencapai netral karbon pada tahun 2050, sementara Cina mengumumkan niatnya bulan lalu untuk mencapai emisi nol bersih sebelum tahun 2060.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa rencana pengurangan emisi semua negara, secara bersama-sama, saat ini ditetapkan untuk menghangatkan Bumi 2,7 derajat Celsius pada tahun 2100.
Sekjen PBB Antonio Guterres menyambut baik pakta AS-Cina. "Menangani krisis iklim membutuhkan kolaborasi dan solidaritas internasional, dan ini merupakan langkah penting ke arah yang benar," katanya di Twitter.
Tidak ada alasan untuk gagal
Para negosiator berada di Glasgow untuk mencari tahu bagaimana mempertahankan batas derajat Perjanjian Paris, karena negara-negara di seluruh dunia dihantam oleh banjir, kekeringan, dan badai yang semakin parah terkait dengan kenaikan suhu.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan sebelumnya bahwa negara-negara di dunia "tidak memiliki alasan" untuk gagal.
Terdapat rilis draf teks "keputusan", yang merupakan indikasi nyata pertama negara-negara yang terlibat dalam COP26.
Baca Juga: Para Pemimpin APEC Janji Atasi Pemulihan Ekonomi, Covid-19, dan Iklim
Teks yang dapat berubah selama debat tingkat menteri tersebut menyerukan negara-negara untuk "meninjau kembali dan memperkuat" rencana dekarbonisasi mereka pada tahun depan, alih-alih 2025 seperti yang disepakati sebelumnya.
Kesepakatan Paris berisi mekanisme yang mengharuskan negara-negara memperbarui rencana emisi setiap lima tahun.
Namun, beberapa penghasil emisi besar melewatkan tenggat waktu 2020 untuk mengajukan rencana baru, yang dikenal sebagai kontribusi yang ditentukan secara nasional.
Lainnya menyerahkan rencana yang tidak lebih ambisius - atau bahkan kurang - dari rencana awal mereka.
Negara-negara yang rentan mengatakan bahwa tenggat waktu berikutnya, pada tahun 2025, terlalu jauh untuk memberikan pengurangan emisi jangka pendek.
"Pengurangan emisi gas rumah kaca global yang cepat, mendalam, dan berkelanjutan" diperlukan untuk mencegah dampak terburuk dari pemanasan, bunyi teks tersebut.
Berita Terkait
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
BUMI Borong Saham Australia, Ini Alasan di Balik Akuisisi Jubilee Metals
-
Gelandang Man City Keturunan Indonesia Semringah Bisa Cetak Gol di Kandang
-
Tanam Mangrove dan Berkarya, Kolaborasi Seniman dan Penulis di Pantai Baros
-
Kemenkeu Klaim Penerimaan Pajak Membaik di November 2025, Negara Kantongi Rp 1.634 Triliun
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?
-
Eks Wakapolri Cium Aroma Kriminalisasi Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi: Tak Cukup Dilihat
-
Nasib 2 Anak Pengedar Narkoba di Jakbar: Ditangkap Polisi, 'Dilepas' Gara-gara Jaksa Libur
-
Mendiktisaintek: Riset Kampus Harus Bermanfaat Bagi Masyarakat, Tak Boleh Berhenti di Laboratorium