Suara.com - Cina dan Amerika Serikat pada Rabu (10/11) berjanji untuk bekerja sama mempercepat aksi iklim dekade ini. Kesepakatan itu diungkap dalam sebuah pakta baru yang mengejutkan saat dunia berjuang menghadapi pemanasan global.
Komitmen kerja sama antara Cina dan Amerika Serikat (AS) diumumkan jelang berakhirnya KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Di saat yang sama, para negosiator bergulat dengan berbagai cara untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5-2 derajat Celsius dari tingkat praindustri.
"Dokumen ini berisi pernyataan kuat tentang ilmu pengetahuan yang mengkhawatirkan, kesenjangan emisi, dan kebutuhan mendesak untuk mempercepat tindakan menutup kesenjangan itu," kata utusan khusus AS John Kerry kepada wartawan dalam sebuah pengumuman mengejutkan.
"Ini bentuk komitmen untuk serangkaian tindakan penting dekade ini ketika dibutuhkan."
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden mengkritik keputusan Presiden Cina Xi Jinping untuk tidak menghadiri KTT Glasgow.
Cina memberikan respons pada saat itu, tetapi hubungan kedua negara tampaknya telah mencair menjelang pembicaraan bilateral yang telah lama ditunggu-tunggu.
Pada Rabu (10/11), baik utusan AS dan Cina menekankan kolaborasi negara mereka, dengan mengatakan bahwa mereka telah sepakat untuk mengesampingkan perbedaan dan bekerja sama mencegah perubahan iklim.
"Kedua belah pihak mengakui bahwa ada kesenjangan antara upaya saat ini dan tujuan Perjanjian Paris, sehingga kami akan bersama-sama memperkuat aksi iklim," kata utusan iklim lama Beijing Xie Zhenhua.
Baca Juga: Para Pemimpin APEC Janji Atasi Pemulihan Ekonomi, Covid-19, dan Iklim
Dia menambahkan bahwa kedua belah pihak sepakat "untuk memfasilitasi hasil yang ambisius dan seimbang."
Serius dan penting dilakukan
Sebuah dokumen yang menguraikan perjanjian tersebut mencakup fokus pada penurunan emisi metana, yang digambarkan Kerry sebagai "satu-satunya cara tercepat dan paling efektif untuk membatasi pemanasan".
Dikatakan kedua belah pihak akan bertemu secara teratur untuk "mengatasi krisis iklim".
Dokumen tersebut juga menekankan perlunya meningkatkan upaya emisi dalam jangka pendek, saat para ilmuwan memperingatkan bahwa upaya emisi sebelum 2030 sangat penting untuk menghentikan bencana pemanasan global.
Deklarasi itu mengatakan kedua negara "mengakui keseriusan dan urgensi krisis iklim".
Berita Terkait
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
BUMI Borong Saham Australia, Ini Alasan di Balik Akuisisi Jubilee Metals
-
Gelandang Man City Keturunan Indonesia Semringah Bisa Cetak Gol di Kandang
-
Tanam Mangrove dan Berkarya, Kolaborasi Seniman dan Penulis di Pantai Baros
-
Kemenkeu Klaim Penerimaan Pajak Membaik di November 2025, Negara Kantongi Rp 1.634 Triliun
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan