Suara.com - Sejumlah media barat melaporkan jika Taliban akan menjual tanaman ganja ke Australia, sekaligus menjadi kesepakatan pertama mereka sebagai penjual obat legal sejak menguasai Afghanistan.
Menyadur The Sun Kamis (25/11/2021), Taliban telah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan yang berbasis di Australia, untuk berinvestasi di pusat pemrosesan ganja di Afghanistan.
The Times melaporkan bahwa proyek tersebut akan memberi perusahaan farmasi asal Sydney, Cpharm, akses tanaman ganja Afghanistan dalam jumlah besar.
Di Afghanistan, ganja masih ilegal, namun pihak berwenang biasanya menutup mata dan mengambil bagian dari keuntungan penjualan tanaman tersebut.
Kantor berita Pajhwok Afghan melaporkan bahwa wakil menteri narkotika Afghanistan, telah bertemu dengan perwakilan perusahaan pada hari Selasa (23/11/2021).
Dalam pertemuan tersebut, pihak perusahaan menjanjikan akan mengucurkan dana 440 juta dolar atau sekitar Rp 6,2 triliun.
Namun di sisi lain, Forbes melaporkan jika Cpharm Australia, justru membantah telah mencapai kesepakatan dengan Taliban mengenai penjualan ganja tersebut.
Dalam keterangan resmi pada Rabu (24/11/2021), Cpharm mengklaim tidak memproduksi atau memasok apa pun mengenai ganja, dan tidak bekerja sama dengan Taliban.
"Kami tidak memiliki hubungan dengan ganja atau Taliban. Kami tidak tahu dari mana rilis media Taliban itu berasal," tegas Cpharm.
Baca Juga: Taliban Larang Artis Perempuan Main Drama dan Sinetron di TV Afghanistan, Pria Semua?
Seperti yang dikatakan CFO Cpharm Australia Tony Gabites kepada Reuters, mungkin saja Taliban membuat kesepakatan, tetapi dengan Cpharm lain.
"Masalahnya, tidak banyak perusahaan Cpharm di negara lain. Ada Cpharm di Haifa, Israel, dan di Republik Dominika, tetapi itu hanya apotek biasa," jelas Gabites.
Dalam sebuah cuitan di media sosial Twitter Taliban, tidak menyebutkan secara spesifik perusahaan Cpharm dari Australia atau darimana pun.
Gabites mengatakan kepada VICE News bahwa banyak orang mempublikasikan berita tersebut tanpa menghubungi Cpharm terlebih dahulu.
"Sayang sekali organisasi media tidak memeriksa fakta. Tidak ada yang menghubungi kami untuk mendiskusikannya dengan kami," kata Gabites kepada VICE.
Ada sejumlah faktor yang membuat kesepakatan tersebut tidak mungkin terjadi. Sebagai contoh yang paling praktis adalah sanksi perdagangan yang masih menghantui Taliban.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Sudah 37 Jenazah Ditemukan di Reruntuhan Al Khoziny, Tim SAR Hadapi Ancaman Penyakit dan Beton
-
Berapa Anak Cak Imin? Angkat Santri Korban Reruntuhan Al Khoziny Jadi Anak
-
Korban Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny Terus Bertambah, Tim SAR Sudah Temukan 37 Jenazah
-
Janjian Ketemu Makan Siang, Istana Ungkap Isi Pembicaraan Prabowo - Jokowi di Kertanegara
-
Jangan Sampai Ketinggalan, Prabowo Wajibkan TNI Melek Tekonologi dan Ikut Perkembangan Zaman
-
Misteri 2 Jam Pembicaraan 4 Mata di Kertanegara, Jokowi Beri 'Masukan Rahasia' ke Prabowo
-
Tak Kebagian Kupon Doorprize di HUT ke-80 TNI, Banyak Warga Kecewa
-
Musik Mendadak Mati, Penampilan NDX AKA di HUT ke-80 TNI Sempat Terhenti
-
Apa Bjorka Asli Benar-Benar Sudah Ditangkap? Muncul Akun Baru Usai Polisi Umumkan Penangkapannya
-
TNI Gelar Simulasi Penyediaan MBG Saat Bencana dalam Acara Perayaan HUT ke-80 di Monas