Suara.com - Sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi dikenal dalam istilah belanda sebagai Dutch ship De Zeven Provinciën. Apakah kalian tahu dengan kisah ini?
Anda mungkin asing dengan sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi ini. Oleh karenanya, artikel ini akan membahas tentang sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi.
De Zeven Provinciën adalah kapal Belanda yang pada awalnya dipersenjatai dengan 80 senjata. Nama kapal juga ditulis sebagai De 7 Provinciën. Terjemahan harfiahnya adalah "Tujuh Provinsi", nama yang mengacu pada fakta bahwa Republik Belanda pada abad ke-17 merupakan negara konfederasi dari tujuh provinsi otonom.
Kapal ini awalnya dibangun pada 1664-1665 untuk Admiralty of de Maeze di Rotterdam, oleh Master Shipbuilder Salomon Jansz van den Tempel. Lantas apa hubungannya dengan Indonesia dan seperti apa sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi ini?
Sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi di Indonesia berkaitan dengan sejarah 5 Februari 1933, momen di mana terjadi pemberontakan atas kapal laut angkatan kerajaan Belanda di lepas Pantai Sumatera pada tanggal tersebut. Kapal yang dimaksud adadalah kapal De Zeven Provinciën atau yang disebut dengan Kapal Tujuh Provinsi sehingga peristiwa tersebut pun dinamakan sebagai sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi.
Latar Belakang Peristiwa
Dikutip dari berbagai sumber, sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi bermula pada tanggal 1 Januari 1933, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bonifacius Cornelis De Jonge mengumumkan kebijakan untuk memotong gaji pegawai pemerintah kolonial Belanda sebesar 17%.
Penurunan gaji itu dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi defisit anggaran belanja pemerintah yang mengalami depresi ekonomi yang sedang melanda dunia pada saat itu. Keputusan tersebut ditentang oleh para pelaut Indonesia di Surabaya pada 30 Januari 1933 hingga menimbulkan unjuk rasa besar-besaran dan pada masa itu, Surabaya menjadi pangkalan utama Angkatan Laut Belanda, di mana Kapal Tujuh Provinsi berada.
Merespon gerakan tersebut, para pelaut Belanda yang berada di Kapal Tujuh Provinsi melakukan rapat. Komandan kapal kemudian memutuskan untuk tidak meniru para pendemo yang terjadi di Surabaya. Akan tetapi pidatonya tidak menurunkan perlawanan para awak kapal berdarah Indonesia yang akhirnya memimpin gerakan pemberontakan di atas kapal tersebut.
Baca Juga: Kisah Tan Mo Heng, Kiper Keturunan Tionghoa yang Bela Indonesia di Piala Dunia 1938
Para pemberontak ini memutuskan membawa kapal milik Belanda tersebut ke Surabaya. Dua tokoh yang memimpin gerakan ialah Rumambi dan Paraja. Mereka juga mendorong pertemuan darat dengan pelaut berdarah Indonesia lainnya untuk melakukan pemberontohkan.
Puncak Pemberontakan
Sejarah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi yang dimulai dari tanggal 1 Januari 1933 ini semakin membesar karena pada 4 Januari 1933, Belanda melakukan kesalahan berupa membuat pesta untuk menenangkan para pemberontak. Pesta diadakan di kantin KNIL di Ulee Lheue, Aceh.
Trik Belanda adalah dengan cara menyediakan nona-nona Belanda dalam pesta tersebut dan menggunakan uang sebesar 500 Gulden untuk pelaut Indonesia. Para peluat ini menolak untuk hadir. Pada malam hari, Martin Paradja dan Gosal, bagian dari kelompok pemberontakan memilih untuk menguasai Kapal Tujuh Provinsi ketimbang bergabung dalam pesta. Martin Paradja dan Gosal berhasil menduduki kapal dan mengambil alih kapal.
Kemudian, keesokan harinya, pada 5 Februari 1933 pemimpin pasukan pemberontakan mengeluarkan siaran pers dalam tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Belanda, dan Inggris. Inti dari siaran pers tersebut adalah bahwa kapal De Zeven Provincien telah diambil alih dan sedang bergerak ke Surabaya dengan tujuan yang sama yaitu memprotes pemotongan gaji. Hal itu menimbulkan kekalutan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Akibat dari peristiwa tersebut, pemerintah Hindia Belanda menjadi semakin ketat mengawasi gerakan tokoh nasionalis. Misalnya saja Sutan Syahrir dan Bung Hatta menjadi dibuang ke Boven Digul, sedangkan Soekarno dibuang ke Ende.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Pilih Gabung Klub Antah Berantah, Persis Solo Kena Tipu Eks Gelandang Persib?
-
Tema dan Pedoman Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2025
-
Emas Antam Tembus Level Tertinggi Lagi, Hari Ini Dibanderol Rp 2.234.000 per Gram
-
Tata Cara Menaikkan Bendera Setengah Tiang dan Menurunkan Secara Resmi
-
Harga Emas Hari Ini: UBS dan Galeri 24 Naik, Emas Antam Sudah Tembus Rp 2.322.000
Terkini
-
Istri Arya Daru Siap Bongkar Kejanggalan Kematian Suami di DPR Hari Ini, Termasuk Temuan Kondom
-
Reklame Israel Jejerkan Prabowo dengan Netanyahu-Trump, Dandhy Laksono: Antek Asing yang Malu-malu
-
Kemensos Kirim Tagana dan Bantuan Darurat untuk Korban Ambruknya Ponpes di Sidoarjo
-
Paranoia Kekuasaan dalam Sastra: Ketika Narasi Kiri Menjadi Teror dan Tabu di Era Orde Baru
-
Berkeliaran di Jalan, Heboh Warga di Duren Sawit Jaktim Pamer Punya Banyak Burung Merak, Kok Bisa?
-
Kuota Haji Tambahan di Kemenag Diklaim Sesuai UU, Begini Kata Pakar!
-
Bagi Lulusan D3 sampai S2 di Seluruh Indonesia, PLN Buka Lowongan Kerja Lewat Rekrutmen Umum
-
Prabowo Sebut Program MBG Ciptakan 1,5 Juta Lapangan Kerja Baru
-
Pelajar SMA Bicara soal G30S/PKI: Sejarah yang Penuh Teka-teki dan Propaganda
-
Viral Momen Unik Akad Nikah, Pasangan Ini Justru Asyik Tepuk Sakinah Bareng Penghulu