Suara.com - Uni Eropa dalam KTT Kamis (24/03) akan merilis konsep peningkatan kebijakan keamanan dan pertahanan ‘Kompas Strategis‘. Rencana kekuatan pertahanan ini bukan untuk bersaing dengan NATO, kata Bernd Riegert dari DW.
Untuk pertama kalinya, 27 negara anggota UE merumuskan kepentingan keamanan dalam konsep bersama untuk membuat Eropa lebih kuat dan lebih mandiri.
"Eropa harus belajar piawai dalam bahasa kekuasaan," kata perwakilan urusan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell.
Dokumen keamanan setebal 40 halaman itu diberi nama "Kompas Strategis". Hal-hal yang diidentifikasi sebagai ancaman utama bagi Eropa, secara khusus adalah Rusia dengan perang agresi yang sedang berlangsung terhadap Ukraina, konflik di Georgia dan Moldova, dan peranan Belarus yang otoriter.
Diikuti oleh tema Cina, situasi yang tidak stabil di Balkan Barat, terorisme Islam di wilayah Sahel Afrika, konflik regional di Timur Tengah, dan Arktik, Indo-Pasifik, dan Amerika Latin.
Selain itu, ada ancaman dari dunia maya dan luar angkasa.
‘Sengatan listrik‘ untuk NATO
Tiga tahun lalu, ketika gagasan untuk "Kompas Strategis" sedang digembar-gemborkan oleh diplomat UE Prancis dan Jerman, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih berkuasa di Gedung Putih dan Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan ucapannya yang terkenal menyatakan NATO, aliansi militer Barat, "mati otak".
Sekarang situasi di Eropa telah berubah secara radikal. Presiden Macron mengatakan, Rusia telah memberi kami peringatan.
Baca Juga: Negara Uni Eropa Bingung Cari Alternatif Energi Dampak Sanksi Terhadap Rusia
"Saya selalu menganggap, kami membutuhkan klarifikasi strategis, dan kami sedang dalam proses mendapatkannya," katanya.
Macron menambahkan, NATO telah menerima "sengatan listrik" ketika Rusia menyerang Ukraina.
Kompas Strategis UE bukan saingan aliansi NATO
Sekali lagi menjadi jelas bagi para politisi dan pembuat kebijakan di Uni Eropa, bahwa Eropa hanya dapat dipertahankan dengan bantuan NATO, yaitu dengan sekutu Amerika-nya.
Itulah alasan "Kompas Strategis" UE sama sekali tidak bersaing dengan aliansi NATO, kata Michael Gahler, anggota parlemen dan pakar kebijakan luar negeri dari Partai CDU di Parlemen Eropa.
"Pertahanan kolektif harus terus dilakukan dengan NATO di masa mendatang", tambah Gahler.
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
Terkini
-
Benarkah KUHAP Baru Bisa Mengancam? Ini Isi Lengkap Pasal-pasal Soal Penyadapan Hingga Penahanan
-
Drama Penangkapan Maling Motor di Cengkareng: Ada Wanita dan Pengakuan Palsu!
-
Ultimatum Pramono ke Transjakarta: Citra Perusahaan Tak Boleh Rusak, Tindak Tegas Pelaku Pelecehan
-
Jurus Pramono Anung Agar Insiden SMAN 72 Tak Terulang: Konten Medsos Pelajar Jakarta akan 'Disortir'
-
KUHAP Baru Akhirnya Sah Gantikan Aturan Lama Warisan Kolonial, Apa Saja Poin Pentingnya?
-
Cemburu Berujung Maut: Teriakan Minta Tolong Bongkar Aksi Sadis Pembunuhan di Condet!
-
Prabowo Setuju RUU Kuhap Disahkan Jadi UU, Fokus Berantas Kejahatan Siber dan HAM
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
DPR Ketok Palu KUHAP Baru: Penjara Tak Lagi 'Suka-suka', Pemeriksaan Wajib Direkam Kamera
-
Garis Pertahanan Terakhir Gagal? Batas 1,5C Akan Terlampaui, Krisis Iklim Makin Gawat