Suara.com - Bagi banyak warga lanjut usia di Jerman, gambaran kehancuran, kematian, dan pengungsian dari Ukraina membangkitkan ingatan mereka sendiri selama Perang Dunia Kedua.
Tiba-tiba, perang di Ukraina membawa kembali semua kenangan, kata Reinhild Handt, seorang penyintas Perand Dunia Kedua mengatakan kepada DW.
"Ketakutan yang kami rasakan waktu itu sebagai anak-anak - itu tidak pernah benar-benar hilang. Itu selalu ada," kata wanita berusia 84 tahun itu.
Reinhild Handt tinggal di kompleks perumahan warga lanjut usia di Berlin. Dia lahir di Meissen, tidak jauh dari kota Dresden, yang dulu hampir hancur setelah pemboman Sekutu menjelang akhir Perang Dunia Kedua.
Saat itu dia berusia 7 tahun. Ketika itu Handt belum bisa mengerti mengapa sirene terus-menerus meraung dan mengapa dia harus pergi ke tempat perlindungan yang gelap.
Dia juga melihat mayat-mayat di jalanan. Kenangan masa kecil itu kini muncul kembali, ketika dia melihat gambar-gambar tentang perang di Ukraina di televisi.
Memang pada Perang Dunia Kedua, Jerman adalah pihak agresor, sedangkan saat ini Ukraina mengalami invasi oleh Rusia.
Namun, gambar-gambar dari kota-kota Ukraina yang hancur tidak asing bagi Reinhild Handt: "Ketika Dresden dihancurkan menjadi puing-puing, itu sungguh sama dengan apa yang terjadi di Ukraina sekarang.
Ketika saya melihat gambar-gambar itu, saya selalu berpikir: Itu seperti apa yang terjadi di Dresden juga."
Baca Juga: Perang Ukraina: Seberapa Besar Biaya yang Dikeluarkan Rusia Sejauh Ini?
Trauma masa perang
Pakar trauma Sabine Tschainer-Zangl telah berbicara dengan puluhan manusia lanjut usia (manula) berusia antara 83 sampai 100 untuk sebuah proyek penelitian.
Sejak perang pecah di Ukraina 24 Februari lalu, banyak dari mereka hanya ingin membicarakan tentang perang, katanya kepada DW.
"Mereka mengatakan betapa kasihannya orang-orang di Ukraina. Mereka benar-benar dapat apa yang dirasakan para korban. Itu membuat mereka menghidupkan kembali trauma mereka sendiri, dan sangat sulit untuk masuk ke dalam pikiran itu," kata Sabine Tschainer-Zangl.
"Saya menyaksikan keputusasaan dalam pembicaraan-pembicaraan itu. Saya melihat orang-orang menangis," ujarnya.
Bagi para penyintas Perang Dunia Kedua, gambaran keputusasaan, kehancuran, pelarian, dan kematian di Ukraina memicu kembali kenangan buruk mereka.
"Di Jerman," kata Sabine Tschainer-Zangl, "diperkirakan ada sekitar 30% warga yang berusia di atas 67 tahun yang mengalami trauma perang, dan ini sekarang muncul kembali."
Ada juga rasa bersalah dan malu
Namun, karena Jerman pada Perang Dunia Kedua merupakan pihak yang melakukan agresi dan bertanggung jawab atas penderitaan yang tak terukur besarnya, ada perasaan "malu dan bersalah.
Ini membuat orang sulit menghadapi trauma dan menanganinya," kata Sabine Tschainer-Zangl.
Klaus Gradowski, 74 tahun, termasuk generasi anak-anak pascaperang yang dibesarkan setelah Perang Dunia Kedua berakhir.
Namun, dia sempat bermain-main di reruntuhan kota Berlin, yang dulu hancur.
"Saya merasa bahwa gambar yang saya lihat sekarang dari Ukraina jauh lebih buruk daripada apa yang saya lihat saat itu, sebagai seorang anak yang tinggal di Berlin yang mengalami pemboman," katanya kepada DW.
Mantan pekerja konstruksi itu memiliki satu ketakutan besar: "Mungkin perang dunia baru atau perang nuklir akan dimulai," katanya.
"Saya takut tidak akan ada yang tersisa dari dunia ini."
Ingrid Wild-Lüffe, psikolog yang mengkhususkan diri pada trauma, mengatakan tidak mengherankan bahwa orang-orang di Jerman mengalami ketakutan dan membayangkan bahwa dunia akan segera berakhir.
Apalagi perang di Ukraina terjadi hanya 1.400 kilometer dari Jerman.
"Gambaran perang ini menciptakan perasaan kehilangan kendali secara besar-besaran. Itu membuat orang sangat takut," katanya. (hp/ha)
Berita Terkait
-
Mengenal Jugun Ianfu, Kekerasan Seksual di Masa Penjajahan Jepang
-
Ulasan Buku The Reckoning: Ungkap Kisah Kelam di Balik Sejarah Perang Dunia Kedua
-
Ulasan A Farewell to Arms: Kisah Seorang Perwira dalam Perang Dunia Kedua
-
Dimakamkan Bak Pahlawan, Mahasiswa Zambia Tewas Di Ukraina Usai Jadi Tentara Bayaran Rusia
-
Ngilu! Pasien Ini Masukkan Bom Perang Dunia Kedua ke Anus, Ujungnya Bikin Seisi Rumah Sakit Kocar-kacir
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
Terkini
-
Benarkah 'Era Jokowi' Sudah Usai? 5 Fakta Reshuffle Prabowo, Diawali Depak Sri Mulyani
-
Kompolnas: Etik Tak Cukup, Kasus Kematian Ojol Affan Kurniawan Harus Diproses Pidana
-
21 Tahun Kasus Munir: Komnas HAM Periksa 18 Saksi, Kapan Dalang Utama Terungkap?
-
CEK FAKTA: Klaim Prabowo Pindahkan 150 Ribu TKI dari Malaysia ke Jepang
-
Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
-
Deadline 2026! Pemerintah Kejar Target Kemiskinan Ekstrem: Daerah Wajib Lakukan Ini...
-
Baru Dilantik Prabowo, Kekayaan Menteri P2MI Mukhtarudin Capai Rp 17,9 Miliar
-
Pesan Terbuka Ferry Irwandi ke Jenderal: Tidak Lari, Tidak Takut, Tidak Diam
-
CEK FAKTA: Video Jurnalis Australia Ditembak Polisi Indonesia
-
Dito Ariotedjo Dicopot dari Menpora, Bahlil Langsung Setor Nama Pengganti, Puteri Komarudin?