Suara.com - Energi terbarukan bisa jadi solusi atasi naik turun harga energi yang dihasilkan dari fosil. Hal itu berdasarkan Hasil riset dari Laporan Status Global Terbarukan 2022 (GSR 2022) yang dibuat lembaga REN21.
Penerapan energi terbarukan sebenarnya merupakan solusi yang terbaik dalam rangka mengatasi fluktuasi harga energi saat ini.
Berdasarkan laporan GSR 22, transisi energi terbarukan global tidak terjadi, meskipun banyak janji untuk melakukan pemulihan dengan cara hijau setelah pandemi.
"Energi terbarukan adalah solusi yang paling terjangkau dan terbaik untuk mengatasi fluktuasi harga energi," kata Direktur Eksekutif REN21 Rana Adib, dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Kondisi tersebut, masih menurut hasil riset laporan tersebut, membuat dunia tidak mungkin dapat memenuhi target iklim pada dekade ini.
"Meskipun bukti bahwa energi terbarukan adalah sumber energi yang paling terjangkau untuk meningkatkan ketangguhan dan mendukung dekarbonisasi, pemerintah dunia terus memberikan subsidi energi fosil. Gap antara ambisi dan tindakan negara memberi peringatan yang jelas bahwa energi transisi global tidak terjadi," kata Rana Adib.
Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) pada November 2021, tercatat 135 negara berjanji mencapai nol emisi gas rumah kaca pada 2050.
Namun, hanya 84 negara yang punya target ekonomi yang luas untuk energi terbarukan, dan hanya 36 yang menargetkan 100 persen energi terbarukan.
Selain itu, ditemukan pula bahwa sebagian besar peningkatan penggunaan energi global pada tahun 2021 dipenuhi oleh bahan bakar fosil, yang menghasilkan lonjakan emisi karbon dioksida terbesar dalam sejarah, naik lebih dari 2 miliar ton di seluruh dunia.
Baca Juga: Sidang Paripurna Setujui RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan Jadi Inisiatif DPR
Tahun 2021 juga menandai berakhirnya era bahan bakar fosil murah, dengan lonjakan harga energi terbesar sejak krisis minyak tahun 1973.
Pada akhir tahun, harga gas mencapai sekitar 10 kali lipat dari harga 2020 di Eropa dan Asia dan tiga kali lipat di AS, yang menyebabkan lonjakan harga listrik di pasar utama pada akhir 2021," ucapnya.
Menurut dia, invasi Rusia ke Ukraina memperburuk krisis energi yang sedang berlangsung, menyebabkan gelombang kejutan komoditas yang belum pernah terjadi sebelumnya yang sangat membebani pertumbuhan ekonomi global, mengguncang lebih dari 136 negara yang bergantung pada impor bahan bakar fosil.
“Kenyataannya adalah bahwa, sebagai tanggapan terhadap krisis energi, sebagian besar negara telah kembali mencari sumber bahan bakar fosil baru dan membakar lebih banyak batu bara, minyak dan gas alam,” tutur Adib.
Dokumen GSR 2022 mengungkapkan, meskipun ada komitmen baru untuk aksi iklim, pemerintah masih memilih memberi subsidi untuk produksi bahan bakar fosil dan digunakan sebagai pilihan pertama untuk mengurangi dampak krisis energi.
Antara 2018 dan 2020, pemerintah di seluruh dunia menghabiskan 18 triliun dolar AS atau 7 persen dari PDB global pada 2020 untuk subsidi bahan bakar fosil, dalam beberapa kasus sambil mengurangi dukungan untuk energi terbarukan.
Berita Terkait
-
Revolusi Energi di Industri Perikanan: DSFI Jadi Pionir dengan PLTS Atap, Emisi Karbon Turun Drastis
-
Indonesia Darurat Sampah, KLH: Budaya Buang Sampah Sembarangan Biang Kerok
-
Merdeka dari Energi Fosil: Menyelamatkan Bumi dengan Energi Terbarukan
-
Prabowo Targetkan 100 Persen Listrik dari Energi Terbarukan, IESR Ingatkan Butuh Peta Jalan Konkret
-
Pakai Energi Terbarukan, PIS Pasok Air Bersih dengan Pompa Tenaga Surya
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Wali Kota Prabumulih Langgar Aturan Buntut Copot Kepsek SMPN 1, Ini Sanksi dari Kemendagri
-
Modus Licik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Sembunyikan Aset Rp35 Miliar, Ternyata Atas Nama Dua Anaknya
-
Wali Kota Prabumulih Beri Hadiah Motor Listrik ke Kepsek SMPN 1, Auto Dinyinyiri Warganet
-
Pemerintah Akui Ada Kemungkinan Kementerian BUMN Dilebur dengan Danantara, Tapi...
-
Prabowo Bersiap Naikkan Gaji ASN hingga TNI/Polri, Guru dan Nakes Jadi Prioritas Utama
-
Penggaung Jokowi 3 Periode Masuk Kabinet Prabowo, Rocky Gerung: Qodari Konservatif, Tak Progresif!
-
Geger di India, Wabah Amoeba Pemakan Otak Renggut Nyawa Bayi hingga Lansia
-
Tepis Kabar Rektor IPB Arif Satria Bakal Dilantik Jadi Kepala BRIN, Mensesneg: Belum Ada Hari Ini
-
Alasan Kuat Prabowo Tunjuk Dony Oskaria Jadi Plt Menteri BUMN: Beliau COO Danantara
-
Profil Dony Oskaria, Plt Menteri BUMN Pilihan Prabowo yang Hartanya Tembus Rp 29 Miliar