Suara.com - Peringkat kota-kota di Australia telah anjlok sebagai Kota Paling Layak Huni 2022, sebagian besar disebabkan oleh dampak penyebaran COVID-19 disertai pembatasan sosial ketat dalam dua tahun terakhir.
Ibu kota Austria, Wina, kini menduduki peringkat pertama untuk pertama kalinya sejak 2019, sementara Melbourne berada di urutan ke-10 — sekaligus peringkat tertinggi di Australia — bersama Kota Osaka, Jepang.
Kota Adelaide — yang menduduki peringkat kedua dalam indeks tahun lalu — anjlok ke peringkat ke-30, tak jauh dari Kota Perth yang juga turun dari peringkat 26 ke peringkat 32. Kota Brisbane turun 17 peringkat ke urutan ke-27 tahun ini.
Kota Melbourne pernah menduduki peringkat pertama Kota Paling Layak Huni mulai dari tahun 2011 hingga 2017 sebelum posisinya direbut oleh Kota Wina.
Ibu kota negara bagian Victoria, Australia, ini mendapatkan nilai tinggi di bidang pendidikan dan infrastruktur, namun untuk tahun 2022 jauh tertinggal dibandingkan kota-kota 10 besar lainnya dalam hal perawatan kesehatan.
Dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU), para peneliti yang menyusun peringkat tersebut menilai 170 kota di dunia untuk seluruh kategori, mulai dari stabilitas, perawatan kesehatan, budaya dan lingkungan, pendidikan, dan infrastruktur.
Dalam laporan terbarunya, EIU mengatakan pandemi telah mendorong kenaikan dan penurunan terbesar dalam peringkat indeks kelayakan hidup.
Dikatakan bahwa kota-kota Eropa barat yang telah menghapus sebagian besar pembatasan COVID-19 menyebabkan peringkat mereka naik secara signifikan.
"Di Australia, beberapa negara bagian lebih lambat mencabut pembatasan sosialnya daripada yang lain. Akibatnya, Perth dan Adelaide kehilangan penilaian sejak tahun lalu," kata laporan itu.
Dampak gelombang COVID-19 2021 menghantam kota-kota di Selandia Baru lebih parah lagi, menyebabkan Kota Auckland turun dari peringkat pertama dalam indeks tahun lalu, menjadi ke-34.
Kota Wellington turun 46 peringkat ke urutan ke-50.
EIU mengatakan Australia dan Selandia Baru diuntungkan pada awal 2021 "ketika vaksin COVID masih langka, penutupan perbatasan mereka menekan jumlah kasus, menjaga kelangsungan hidup tetap tinggi".
Namun, karena gelombang COVID-19 yang melanda kedua negara pada akhir tahun 2021, mereka "tidak lagi memiliki keunggulan COVID dibandingkan kota-kota Eropa dan Kanada yang penduduknya divaksinasi dengan baik", kata laporan itu.
Profesor Billie Giles-Corti dari Pusat Penelitian Perkotaan RMIT di Melbourne mengatakan rendahnya nilai peringkat perawatan kesehatan Melbourne yang diberikan oleh EIU agaknya "omong kosong" belaka.
"Austria hanya memiliki delapan juta penduduk, Australia memiliki 25 juta. Mereka memiliki 20.000 kematian COVID-19, dan kita memiliki 9.000 kematian," jelasnya.
"Jika COVID menjadi faktor yang berkontribusi pada penurunan peringkat dalam perawatan kesehatan, angka kami toh jauh lebih baik," tambahnya.
Profesor Giles-Corti mengakui memang ada aspek di mana Wina jelas unggul dibandingkan Melbourne.
"Salah satu hal yang hilang dari indeks ini adalah bagaimana kota berkelanjutan dan jejak ekologis Wina jauh lebih rendah daripada Melbourne. Mereka memiliki lebih banyak transportasi umum," katanya.
"Kita [di Melbourne] memiliki penduduk yang tinggal di pinggiran kota tanpa kemudahan dalam akses fasilitas. Bagi saya itu lebih penting daripada indeks ini," ujar Prof Giles-Corti.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.
Berita Terkait
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Redmi 15C 5G Resmi, HP Murah Xiaomi dengan Kamera 50MP dan Baterai 6.000 mAh
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu