- Dirjen Haji Hilman Latief diperiksa maraton 11,5 jam oleh KPK.
- Dia dicecar soal regulasi dan pembagian kuota haji tambahan.
- Hilman mengaku sudah jelaskan semua prosesnya kepada penyidik.
Suara.com - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag, Hilman Latief, akhirnya buka suara setelah menjalani pemeriksaan maraton selama 11,5 jam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hilman Latief, yang mengenakan kemeja batik, keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (18/9/2025) malam.
Ia mengaku telah dicecar oleh penyidik mengenai dasar aturan dan regulasi dalam proses penyelenggaraan ibadah haji.
"Saya pendalaman regulasi-regulasi. Regulasi-regulasi yang ada dalam proses haji," kata Hilman.
Dicecar soal Kuota Tambahan
Hilman mengonfirmasi bahwa salah satu fokus utama pemeriksaan, yakni mengenai proses pembagian kuota haji tambahan yang kini menjadi inti dari dugaan korupsi.
Ia mengklaim telah memberikan keterangan secara lengkap kepada penyidik, mulai dari tahapan awal hingga proses keberangkatan jemaah.
“Itu sudah disampaikan ke mereka semua ya. Proses yang dilalui, tahapan-tahapan yang dilakukan sampai keberangkatan,” ujar Hilman.
Pemeriksaan Maraton dari Pagi Hingga Malam
Baca Juga: KPK Kecolongan, Apa yang Dibocorkan Ustaz Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji?
Hilman tercatat mulai diperiksa oleh penyidik KPK pada pukul 10.22 WIB dan baru selesai serta meninggalkan gedung pada pukul 21.53 WIB, menunjukkan betapa dalamnya materi yang digali oleh penyidik.
Sebelumya diberitakan, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa pada 2023 Presiden Joko Widodo meminta Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud.
Pada pertemuan itu, Indonesia diberikan penambahan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 untuk tahun 2024.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, Asep menjelaskan pembagian kuota haji seharusnya 92 persen untuk kuota reguler dan 8 persen untuk kuota khusus.
“Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2025).
Dia menjelaskan alasan pengaturan itu ialah mayoritas jemaah haji yang mendaftar menggunakan kuota reguler, sedangkan kuota khusus berbayarnya lebih besar dibandingkan dengan kuota reguler sehingga penyediaannya hanya 8 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu
-
Misi Penyelamatan Pekerja Tambang Freeport Berlanjut, Ini Kabar Terbarunya
-
Buntut Aksi Pemukulan Siswa ke Guru, Dikeluarkan Sekolah dan Ayah yang Polisi Terancam Sanksi
-
Perkuat Pertahanan Laut Indonesia, PLN dan TNI AL Jalin Kolaborasi
-
Korban Pemerkosaan Massal '98 Gugat Fadli Zon: Trauma dan Ketakutan di Balik Penyangkalan Sejarah
-
Pengamat: Dasco Punya Potensi Ubah Wajah DPR Jadi Lebih 'Ramah Gen Z'