Suara.com - DPR mengesahkan tiga rancangan undang-undang daerah otonomi baru (RUU DOB) Papua dalam pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna. Ada tiga RUU yang disahkan untuk menjadi undang-undang, di antaranya RUU tentang Pembentukan Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Papua Tengah dan RUU tentang Pembentukan Papua Pegunungan.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam langkah tersebut. Pengesahan itu tentu merupakan bentuk pemaksaan kehendak pemerintah, sebab proses legislasi UU tersebut tidak melalui prosedural yang sah.
"Proses ugal-ugalan dan tidak partisipatif terus dilanjutkan oleh DPR bersama Pemerintah di tengah penolakan revisi Otsus serta DOB yang dilakukan dengan masif oleh masyarakat Papua. Hal ini tentu saja akan menambah besar luka Orang Asli Papua (OAP)," kata Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar dalam siaran persnya, Jumat (1/7/2022).
KontraS menilai, ruang dialog tidak dibuka secara maksimal -khususnya terhadap OAP. Secara formil, pengesahan DOB ini tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP).
KontraS menilai, hal itu bertentangan dengan Pasal 76 UU Otonomi Khusus yang memandatkan bahwa pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP.
Proses pemekaran atau pembentukan DOB, lanjut Rivanlee, juga seharusnya dibahas secara mandalam. Sebab, akan berimplikasi pada seluruh masyarakat Papua baik dalam tataran administrasi, kewilayahan, kependudukan, kesejahteraan dan kesiapan penyelenggaraan daerah.
"Terlebih masalah struktural Papua belum juga dapat diselesaikan secara maksimal oleh pemerintah Indonesia. Kami mengkhawatirkan bahwa pemberlakuan DOB ini justru akan menambah masalah di lapangan," katanya.
Setelah pengesahan DOB, dikhawatirkan akan memperuncing konflik yang terjadi di Papua, yakni antara masyarakat yang menolak dengan aparat keamanan. Sebelumnya, dalam gelombang penolakan masyarakat Papua terhadap DOB disikapi dengan brutal dan represif sehingga menimbulkan banyak korban jiwa.
"Hal ini lagi-lagi merupakan tindakan diskriminatif terhadap OAP, padahal hak menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam pemerintahan merupakan hak konstitusional sebagaimana dijamin dalam UUD 1945," ucap Rivanlee.
Rivanlee menambahkan, langkah tersebut juga hampir pasti memperkuat cara pandang sekuritisasi di Papua. Pasalnya, pemekaran dalam wujud DOB akan dijadikan sebagai legitimasi pengerahan aparat secara besar-besaran menuju Bumi Cenderawasih.
"Provinsi baru otomatis akan menambah satuan keamanan baik Kepolisian atau kemiliteran," beber dia.
KontraS juga mencurigai, pemekaran ini ada kaitannya dengan kepentingan ekonomi bisnis karena terhambatnya arus investasi di Papua.
Selama ini, di berbagai lokasi seperti Kabupaten Intan Jaya disinyalir memiliki kekayaan alam melimpah sehingga sangat menggiurkan untuk dieksploitasi.
"Pemecahan wilayah tentu saja dapat dijadikan sebagai siasat untuk memperlancar aktivitas pertambangan tersebut."
Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian menyebut, pemberlakukan DOB akan sangat berbahaya dan tidak akan menjawab permasalahan struktural di Papua. Selain mekanisme yang dibangun tidak partisipatif, dikhawatirkan sekuritisasi akan semakin kental di Papua.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Bulan Madu Maut di Glamping Ilegal, Lakeside Alahan Panjang Ternyata Tak Kantongi Izin
-
Geger Ziarah Roy Suryo Cs di Makam Keluarga Jokowi: 7 Fakta di Balik Misi "Pencari Fakta"
-
Kronologi Bulan Madu Maut di Danau Diateh: Istri Tewas, Suami Kritis di Kamar Mandi Vila
-
FSGI: Pelibatan Santri dalam Pembangunan Musala Ponpes Al Khoziny Langgar UU Perlindungan Anak
-
Dugaan Korupsi Chromebook: Petinggi Perusahaan Teknologi Dipanggil Jaksa, Ternyata Ini Alasannya
-
FSGI Kecam Rencana Perbaikan Ponpes Al Khoziny Pakai Dana APBN: Lukai Rasa Keadilan Korban!
-
Krisis Politik di Madagaskar Memanas, Presiden Rajoelina Sebut Ada Upaya Kudeta Bersenjata
-
Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Para Petinggi BUMN Ini Mulai Diselidiki Kejagung
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi
-
GIPI Soroti Pungutan Wisman dalam Revisi UU Kepariwisataan: Industri Wisata Bisa Terdampak